indikatorindikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Menurut Moekijat (2008), Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah urutan langkah-langkah (atau
Bekerja di ketinggian merupakan jenis pekerjaan yang berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Ketika kita menjalankan pekerjaan ini, kita harus memperhatikan sistem keselamatan dengan baik. Sudah bukan menjadi rahasia lagi jika bekerja pada ketinggian sering kali mempertaruhkan nyawa pekerjanya. Tidak hanya sistem keselamatan, bekerja pada ketinggian juga memerlukan teknik bekerja dan pemahaman akan teknik tali. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat menjaga keselamatan dirinya dengan baik ketika berada di lapangan. Untuk menjamin keselamatan bekerja, pekerja juga wajib memenuhi Standar Operasional Prosedur yang telah ditetapkan oleh dengan penjelasan di atas SOP bekerja di ketinggian wajib dipenuhi oleh pekerja yang bekerja di ketinggian. Tujuan keberadaan SOP ini adalah untuk menjamin keselamatan bagi semua pekerja yang menaung di perusahaan tertentu. Jika pekerja tidak menaati prosedur operasional yang telah ditetapkan oleh perusahaan, mereka dapat saja mengalami kecelakaan pada saat bekerja. SOP yang dibuat oleh perusahaan harus menerapkan K3. Penerapan tersebut terdiri dari perencanaan, prosedur kerja, teknik bekerja yang aman, APD dan tenaga kerja yang kompeten. Dalam perencanaan, pekerjaan yang ada dapat diselesaikan dengan aman dimana akses untuk keluar dan masuk telah diselesaikan. Pihak perusahaan harus melakukan hal-hal di bawah ketika melakukan perencanaanMempersiapkan peralatan kerja yang dapat mengurangi konsekuensi terjatuhnya pekerja dan meminimalkan jarak perintah yang berkaitan dengan kondisi pekerjaan serta menerapkan sistem izin kerja harus berisikan paduan bekerja kepada pekerja. Setiap pekerja wajib memahami isi prosedur yang ada. Cara pengelolaan peralatan, teknik perlindungan jatuh, pengamanan tempat bekerja, teknik pengawasan pekerjaan dan tanggap darurat menjadi hal penting dalam melakukan penyusunan SOP. Perusahaan juga harus memasang pembatas wilayah kerja untuk menangkal pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan. Dalam melakukan pembatasan wilayah tersebut, pembagian dilakukan berdasarkan wilayah bahaya, wilayah aman, dan wilayah waspada. Pengusaha juga harus memperhatikan jika tak tersedia benda jatuh yang menyebabkan kematian atau cidera. Benda yang ditarik dilakukan dengan memanfaatkan sistem katrol. Setiap pekerja wajib memiliki sertifikat kompetensi jika ingin terjun di pekerjaan Bekerja di KetinggianSetiap kali bekerja di ketinggian, pekerja memiliki teknik khusus yang harus dikuasai. Teknik tersebut terdiri dari akses permanen, rope access, platform sementara, posisi kerja dan struktur kerja. Yang menjadi akses permanen adalah tangga, steger dan jalan lorong. Platform sementara merupakan stuktur tertentuyang memiliki sifat sementara, seperti perancah. Posisi kerja merupakan posisi para pekerja di tempat miring, ditahan dengan menggunakan tali atau bertumpu pada bagian bangunan tertentu. Sedangkan untuk rope access, seluruh bagian tubuh pekerja berada pada tali. Posisi tersebut dilakukan ketika bekerja atau ketika bergerak. Rope access memiliki syarat khusus, yakni menggunakan dua tali. Tali tersebut terdiri penambatan di setiap tali dan dilengkapi dengan alat bantu lain yang terdiri dari rope grab, accender, lanyard dan descender. Bekerja di ketinggian juga dilengkapi dengan alat pendukung keselamatan lainnya yang terdiri dariSnap carabinerMerupakan cincin kait tanpa pengunci sehingga memudahkan pekerja untuk menutup dan membukanya. Alat pendukung ini biasanya digunakan pada olahraga panjat cincin kait dengan pengunci di bagian pintu pengait. Karena tidak mudah terbuka, carabiner sangat tepat digunakan untuk pekerja ketinggian.

Tujuanpembuatan pedoman Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah menciptakan komitmen mengenai kegiatan yang dikerjakan oleh penyidik dan satuan unit kerja Sat Reskrim Polres Tanjungpinang untuk menjadikan penyidik yang profesional, proposional, bermoral dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia. 3

Memahami cara membuat standar operasional prosedur atau SOP adalah pengetahuan yang wajib dipahami setiap orang. Pasalnya, standar operasional prosedur merupakan acuan untuk melakukan tanggung jawab tertentu. Adanya SOP membuat setiap pekerjaan lebih efektif, efisien, terarah, memiliki visi dan misi yang jelas, prosedur yang ringkas, dan cepat. Hal ini pun membantu seluruh kegiatan pekerjaan menjadi lebih mudah dan rapi. Cara membuatnya sangat bergantung pada jenis bidang pekerjaan yang memerlukan SOP tersebut. Untuk mengetahuinya lebih lanjut, simak penjelasan lengkapnya dalam uraian berikut. Cara Membuat Standar Operasional Prosedur Cara membuat standar operasional prosedur Pexels Membuat standar operasional prosedur cukup mudah jika sudah terbiasa tersusun rapi dan bekerja dengan efektif. Berikut ini langkah-langkah yang wajib dilakukan. 1. Ketahui Tujuan Suatu Tindakan Cara membuat standar operasional prosedur yang pertama adalah setiap orang wajib mengetahui tujuan suatu tindakan. Tujuan menjadi hal yang wajib dicapai dalam setiap tindakan, sehingga mendukung terwujudnya tujuan lain. Contohnya, sebuah perusahaan wajib memiliki sistem administrasi yang rapi. Oleh sebab itu, standar operasional prosedur seorang sekretaris adalah untuk menjadikan seluruh administrasi rapi dan sistem yang baik. Seorang sekretaris wajib melakukan standar operasional prosedur berupa pemmembuatan surat, penomoran surat, penyimpanan surat, hingga pengiriman surat. Hal ini bertujuan jika dikemudian hari seseorang memerlukan surat tertentu, sekretaris pun dapat menyediakannya dengan mudah karena memiliki sistem administrasi yang rapi. 2. Tentukan Format Cara membuat standar operasional prosedur yang berikutnya adalah dengan menggunakan format tertentu. Format dalam standar operasional prosedur dapat berupa format yang sederhana, detail, maupun lainnya sesuai dengan bidang pekerjaan yang sedang dilakukan. Format standar operasional prosedur yang sederhana cocok untuk pekerjaan yang memiliki tujuan sederhana dan langkah yang tidak terlalu rumit. Sementara itu, format standar operasional prosedur yang detail dan terarah perlu dipilih untuk pekerjaan yang memiliki efek samping tertentu jika tidak terarah dan justru merugikan perusahaan. 3. Peroleh Masukan dari Pihak Lain Setelah selesai menyusun standar operasional prosedur, cara membuat standar operasional prosedur berikutnya yakni mengonsultasikannya. Minta pendapat pihak lain untuk memmembuat standar operasional prosedur lebih efektif, efisien, da tepat sasaran. 4. Pastikan Pihak yang Melaksanakan SOP Memahaminya Cara membuat standar operasional prosedur berikutnya adalah perhatikan pihak yang melakukannya. Pastikan pihak-pihak yang akan menggunakan standar operasional prosedur itu nantinya mengerti dengan mudah. Pastikan juga standar operasional prosedur disampaikan dalam bahasa yang singkat, jelas, padat. Tujuan utama pemberitahuan ini adalah setiap orang yang terlibat mengetahui fungsi, peran, wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya. Cara membuat standar operasional prosedur Pexels 5. Pastikan Tidak Bertentangan dengan SOP Lain Cara membuat standar operasional prosedur yang berikutnya, adalah memastikan SOP yang dibuat tidak bertentangan dengan yang lain. Hal ini penting agar setiap standar operasional prosedur dapat berjalan dengan baik dan benar. Jika suatu standar operasional prosedur bertentangan dengan yang lainnya, maka artinya terdapat tujuan yang perlu diubah. Rincikan kembali dan perhatikan langkah apa saja yang bertentangan. Setelah itu, susun kembali standar operasional prosedur tersebut. 6. Tulis SOP di Papan Pengumuman Adapun cara membuat standar operasional prosedur yang berikutnya yakni menyampaikannya. Cara menyampaikannya wajib diketahui semua orang sehingga semua orang memahaminya. Berdasarkan hal tersebut, tulis standar operasional prosedur dan tempelkan dalam papan pengumuman. Tulisan standar operasional prosedur tersebut mencakup judul prosedur, tanggal pemmembuatan, nama jabatan, organisasi, divisi, tanda tangan, penanggung jawab, dan lain sebagainya. 7. Evaluasi secara Berkala Setelah selesai dibuat, standar operasional prosedur perlu dievaluasi secara. Hal ini perlu dilakukan secara berkala untuk mendapatkan standar operasional prosedur yang ideal. standar operasional prosedur yang baru pasti memiliki beberapa kesalahan dan perlu penyesuaian. Oleh sebab itu, bahas standar operasional prosedur secara berkala dengan berbagai pihak dalam sebuah divisi dan pastikan apakah SOP tersebut efektif dan efisien atau tidak. Contoh Standar Operasional Prosedur Pengajuan Cuti Karyawan Cara membuat standar operasional prosedur Pexels Setelah mengetahui cara membuat standar operasional prosedur, setiap orang wajib pula memahami contohnya. Berikut ini contoh standar operasional prosedur dalam proses pengajuan cuti karyawan Pihak yang Terlibat HRD, Karyawan Karyawan mengajukan cuti kepada HRD dengan surat. HRD memproses surat pengajuan tersebut. Jika HRD menerima, maka karyawan mengisi form pengajuan cuti secara resmi melalui situs online perusahaan. Setelah form pengajuan cuti di-submit, HRD akan melakukan konfirmasi. Karyawan diperbolehkan melaksanakan cuti. Jika HRD tidak menerima, maka karyawan dilarang mengambil cuti. Itulah penjelasan mengenai cara membuat standar operasional prosedur beserta contohnya. Contoh di atas dapat dimembuat dalam bentuk mind map agar lebih mudah dipahami.
\n\nstandar operasional prosedur bekerja di ketinggian
Standaroperasional prosedur kerja di laboratorium adalah petunjuk atau pedoman yang menunjukkan bagaimana laboran harus bersikap dengan benar dalam melakukan tindakan di laboratorium. Standar operasional prosedur atau disingkat SOP dalam sebuah laboratorium sangat diperlukan dalam upaya membentuk sistem pelayanan dan pengelolaan September 19 2019 Training K3 TRAINING K3 BEKERJA PADA KETINGGIAN LATAR BELAKANG TRAINING K3 BEKERJA PADA KETINGGIAN Training K3 Bekerja Pada Ketinggian, kecelakaan kerja akibat jatuh dari ketinggian merupakan kecelakaan yang sangat umum dan cukup tinggi dibergai sektor industri. Cedera yang ditimbulkan dari luka karena kecelakaan jenis ini biasanya cukup serius karena bagian-bagian vital tubuh seperti kepala atau kaki menjadi bagian yang paling sering terkena. Seseorang yang jatuh dari ketinggian 2 meter sudah mempunyai peluang untuk mengalami cedera yang fatal. Pelatihan “Bekerja di Ketinggian” dirancang untuk menyediakan personil dengan kemampuan untuk mengenali potensi cedera serius saat bekerja di ketinggian dan menentukan metode yang aman yang tersedia untuk meminimalkan risiko. Mengurangi kecelakaan di tempat kerja adalah praktik manajemen yang baik. Bukan hanya tidak membuat tenaga kerja Anda bahagia, tetapi Anda akan menghemat uang melalui peningkatkan produktifitas dan mengurangi risiko denda dan klaim kompensasi. SASARAN DAN MANFAAT TRAINING Peserta mampu memastikan bahwa semua pekerja memiliki peran dalam mencegah kejatuhan. Peserta mampu mengidentifikasi dan mengevaluasi bahaya bekerja pada ketinggian Peserta mampu mengendalikan bahaya bekerja pada ketinggian, jika memungkinkan. Peserta mampu melatih pekerja untuk mengenali bahayabekerja pada ketinggian. Peserta mampu menggunakan sistem yang tepat dan metode untuk mencegah jatuh dan melindungi pekerja jika mereka jatuh. Peserta mampu memeriksa dan memelihara peralatan perlindungan untuk bekerja pada ketinggian sebelum dan setelah menggunakannya. PERSYARATAN PESERTA TRAINING Teknisi K3 Bekerja Di Ketinggian Foto copy KTP Foto Copy ijazah terakhir Curiculum Vitae CV Pas Foto ukuran 3×4 3 lembar Pendidikan minimal SLTP/sederajat Surat Keterangan Dokter yang menyatakan tidak takut terhadap ketinggian Berpengalaman kerjadi bidang K3 ketinggian Surat Keterangan Dari Perusahaan Memiliki Sertifikat Pelatihan dibidang K3 Ketinggian Pengawas K3 Bekerja Di Ketinggian Foto copy KTP Foto Copy ijazah terakhir Curiculum Vitae CV Pas Foto ukuran 3×4 3 lembar Pendidikan minimal SLTA Surat Keterangan Dokter yang menyatakan tidak takut terhadap ketinggian Berpengalaman kerjadi bidang K3 ketinggian Surat Keterangan dari perusahaan Memiliki Sertifikat Pelatihan dibidang Pengawas K3 Bekerja di Ketinggian Ahli K3 Bekerja Di Ketinggian Foto copy KTP Foto Copy ijazah terakhir Curiculum Vitae CV Pas Foto ukuran 3×4 3 lembar Pendidikan D3 Surat Keterangan Dokter yang menyatakan tidak takut terhadap ketinggian Berpengalaman kerjadi bidang K3 ketinggian Surat Keterangan dari Perusahaan Memiliki Sertifikat Pelatihan dibidang K3 Ketinggian Unit Kompetensi DAFTAR UNIT KOMPETENSI Kode UnitUnit Pemenuhan PerUndang-Undangan K3 dan Persyaratan Lainnya Bekerja Pada Potensi Bahaya Hazard Alat Pelindung Diri APD. Alat Penahan Jatuh Sederhana Mencapai Lokasi/Ruang Kerja pada Prosedur Kerja pada Ketinggian Unit Kompetensi DAFTAR UNIT KOMPETENSI Kode UnitUnit Pemenuhan PerUndang-Undangan K3 dan Persyaratan Lainnya Bekerja Pada Potensi Bahaya Hazard Alat Pelindung Diri APD. Tangga-Portabel di Level Dasar untuk Digunakan Alat Penahan Jatuh Sederhana Mencapai Lokasi/Ruang Kerja pada pada Prosedur Kerja pada Alat Angkat Barang Ringan pada Ketinggian OUTLINE TRAINING KELOMPOK DASAR Peraturan Perundangan K3 bekerja pada ketinggian Dasar-dasar K3 Alat-alat pelindung diri Identifikasi bahaya kerja pada ketinggian Penerapan prosedur kerja pada ketinggian Penggunaan alat penahan jatuh perorangan Memasang tangga portable Teknik Penyesuaian Posisi Kerja Teknik Pergerakan sederhana dan bebas pada ketinggian Penerapan prosedur operasi standar kerja pada ketinggian Pengangkatan barang ringan pada ketinggian Dasar Penyelamatan pada Ketinggian Praktek Lapangan INSTRUKTUR TRAINING Senior Trainer HSP yang berpengalaman dalam bidang K3 Bekerja di Ketinggian. FASILITAS TRAINING Hard / Soft Copy Materi Training Sertifikat Kompetensi dari BNSP Sertifikat Training dari HSP 2x coffee break Makan Siang Gimmick DURASI TRAINING 3 Hari + 1 Hari Ujian TEMPAT PELAKSANAAN TRAINING HSP Academy Training Center – Gading Serpong – Tangerang Kami memiliki 11 ruang kelas dengan kapasitas 3-20 orang Ruangan nyaman Ada AC, projector, flip chart, tempat charger HP, meja dan kursi belajar yang ergonomis. Parkir gratis Antar jemput dari hotel sekitar gading serpong BIAYA TRAINING Teknisi K3 Bekerja Di Ketinggian Rp. 6, Pengawas K3 Bekerja Di Ketinggian Rp. 6,500,000,- Ahli K3 Bekerja Di Ketinggian Rp. 7,000,000,- KONTAK INRORMASI HSP Academy Training Center Jl. Janur Kuning I BH 11 – Sektor 1B – Gading Serpong – Tangerang – Banten HP 0812 8168 8809 atau 0811 1280 794 Phone 021-55686090 and 021-55686097 Fax. 021 29001152 Email info Website

JENISDOKUMEN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR . TANGGAL DIKELUARKAN. JUDUL PENGAJUAN PROPOSAL PPM . 21 MARET 2016. BIDANG STANDAR PENGABDIAN. REVISI 01PRO TGL. REV. BAGIAN/UNIT . 14/03/18. GRAM STUDI. 5. REFERENSI. a. Buku panduan penulisan pengabdian masyarakat Unas. b. Buku Panduan penelitian dan

ArticlePDF Available AbstractImplementing SOP Standard and Operational Procedures is one of the efforts to protect workers from occupational hazards, especially for high risk jobs such as working at height. The purpose of this research is to analyze factors that related the compliance of PT Sri Murni worker with working at height’s SOP in Tunjungan Plaza 6 project. This research is analytic observational with cross sectional design. The subject of this study were the sample of workers taken using simple random sampling and obtained the number of 33 respondents . The available data have been presented in the form of frequency distribution and cross tabulation, then analyzed statistically by chi square. The results showed that most workers was complianced with working at height’s SOP. The results of statistical analysis showing that knowledge p=0,010, r=0,447 and communications p=0,016, r=0,418 as factors that significantly related to working at height’s SOP and have moderate relations. Personality p=0,656 and safety supervision p=0,464 were not related to working at height’s SOP compliance. Suggestion to the company based on the results of research are to increase worker’s knowledge through safety talk or training, and the safety man to pay more attention to workers while they are doing working at height’s job so they could more compliance to SOP. Company should also provide PPE as much as the number of workers. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. ©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY – SA license doi Received 18 April 2017, received in revised form 1 May 2017, Accepted 29 May 2017, Published online 30 August 2017KEPATUHAN TERHADAP SOP KETINGGIAN PADA PEKERJA KONSTRUKSICOMPLIANCE TOWARD SOP OF HEIGHT AT CONSTRUCTION WORKERFhanin DyanitaPT. Multi Brata Anugrah UtamaE-mail fhanindyanita SOP Standard and Operational Procedures is one of the efforts to protect workers from occupational hazards, especially for high risk jobs such as working at height. The purpose of this research is to analyze the correlation of knowledge, personality, communication, and safety supervision toward compliance of working at height’s SOP at PT Sri Murni worker in Tunjungan Plaza 6 construction project. This research is analytic observational with cross sectional design. The subject of this study were the sample of workers taken using simple random sampling and obtained the number of 33 respondents . The available data have been presented in the form of frequency distribution and cross tabulation, then analyzed statistically by chi square. The results showed that most workers was compliance with working at height’s SOP. The results of statistical analysis showing that knowledge p = r = and communications p = r = as factors that signiïŹ cantly related to working at height’s SOP and have moderate relations. Personality p = and safety supervision p = were not related to working at height’s SOP compliance. The conclusion of this research is compliance of SOP have correlation with knowledge, personality, communication, and safety supervision. Suggestion to the company based on the results of research are to increase worker’s knowledge through safety talk or training, and the safety man to pay more attention to workers while they are doing working at height’s job so they could more compliance to SOP. Company should also provide PPE as much as the number of standard and operational procedures, compliance, working at height, constructionABSTRAKMenerapkan SOP Standar dan Operasional Prosedur merupakan salah satu upaya untuk melindungi pekerja dari bahaya kecelakaan kerja, terutama untuk pekerjaan dengan risiko tinggi seperti pekerjaan yang dilakukan di ketinggian. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara pengetahuan, kepribadian, komunikasi, dan pengawasan pihak safety dengan kepatuhan pekerja PT Sri Murni terhadap SOP bekerja di ketinggian di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Subyek penelitian ini adalah sampel pekerja yang diambil menggunakan rumus simple random sampling dan didapatkan jumlah 33 responden. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengetahuan p = 0,010; r = 0,447 dan komunikasi p = 0,016; r = 0,418 sebagai faktor yang berhubungan signiïŹ kan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian dan memiliki kuat hubungan sedang. Kepribadian p = 0,656 dan pengawasan HSE atau pihak safety p = 0,464 tidak berhubungan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kepatuhan dipengaruhi oleh pengetahuan, kepribadian, komunikasi, dan pengawasan pihak safety. Saran berdasarkan hasil penelitian kepada perusahaan adalah meningkatkan pengetahuan bagi pekerja melalui safety talk atau training, dan pihak HSE atau safety agar lebih mengawasi pekerja saat melakukan pekerjaan agar para pekerja lebih patuh terhadap SOP. Perusahaan juga sebaiknya menyediakan APD sesuai dengan jumlah kunci standar dan operasional prosedur, kepatuhan, bekerja di ketinggian, konstruksiPENDAHULUANEra globalisasi sekarang, pembangunan industri berkembang sangat pesat. Salah satunya adalah industri konstruksi, industri konstruksi adalah industri yang menyediakan jasa konstruksi sehingga mempunyai peran yang cukup signiïŹ kan terhadap pembangunan yang ada saat ini. Namun pekerjaan di bidang konstruksi memiliki risiko bahaya yang cukup tinggi karena berbagai faktor 226 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234diantaranya pekerjaan yang berubah-ubah, pekerja yang beragam, juga kondisi lingkungan kerja yang dinamis. Tingginya risiko bahaya yang ada harus diimbangi dengan upaya keselamatan dan kesehatan pada tenaga kerja di tempat dan kesehatan kerja K3 merupakan suatu promosi dan peningkatan tingkat ïŹ sik, mental, dan kesejahteraan dari setiap pekerjaan, mencegah pekerja dari penyakit akibat kerja, melindungi pekerja dari risiko dan faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan mengatur pekerja untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan untuk mempermudah adaptasi pekerja terhadap pekerjaannya masing-masing. Semua elemen dalam konstruksi memiliki kontribusi dalam upaya keselamatan kerja. Upaya K3 diharapkan dapat meminimalisir risiko terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan di tempat kerja agar tenaga kerja dapat bekerja dengan aman. Salah satu cara untuk meminimalisir risiko kecelakaan kerja yang mungkin dapat terjadi yaitu dengan menerapkan pengendalian bahaya yang terdiri dari eliminasi, substitusi, teknik, administrasi, dan APD. Pekerjaan yang dilakukan di sektor konstruksi merupakan pekerjaan yang berbahaya dan memiliki kemungkinan besar untuk terjadi kecelakaan. Kecelakaan kerja di tempat kerja menimbulkan banyak kerugian diantaranya kerugian materi, korban jiwa, serta terganggunya proses produksi. Risiko bahaya yang ada dalam kegiatan konstruksi sangat beragam diantaranya proses pengangkatan benda-benda berat, pekerjaan di ruang yang terbatas, dan juga pekerjaan di ketinggian. Salah satu pekerjaan yang mempunyai risiko tinggi adalah pekerjaan di hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan pekerjaan di ketinggian untuk meminimalkan risiko terjadinya kecelakaan misalnya penggunaan APD Full Body Harness, kepatuhan terhadap prosedur yang ada, dan scaffolding yang aman untuk digunakan. Namun banyak pekerja yang sering mengabaikan penggunaan peralatan pelindung yang sesuai dengan SOP dan telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Data pelanggaran terhadap prosedur bekerja di ketinggian yang meningkat secara signiïŹ kan sebesar 140% pada tahun 2010 dan 2011 Zalaya, 2012. Data kasus pelanggaran prosedur kerja dan kecelakaan kerja di ketinggian di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2011 pada Tabel tersebut menunjukkan bahwa masih banyak tenaga kerja yang belum mematuhi prosedur bekerja di ketinggian. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang membuat tenaga kerja menjadi patuh dalam melaksanakan standar operasional prosedur bekerja di ketinggian. Teori safety triad yang dikemukakan oleh Geller 2001 menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen yang saling berhubungan dalam membentuk budaya selamat, komponen-komponen tersebut yaitu people orang, behavior perilaku, dan environment lingkungan. Faktor-faktor yang termasuk dalam komponen people seperti pengetahuan, kemampuan, motivasi, kepandaian, kepribadian, dan keterampilan. Beberapa faktor dalam komponen behavior antara lain komunikasi, kepedulian, persetujuan, dan pelatihan. Sedangkan faktor-faktor yang terdapat dalam komponen environment adalah suhu, peralatan, dan perlengkapan, mesin, dan standar operasional prosedur. Geller 2001 menjelaskan dalam teori safety triad standar dan operasional prosedur termasuk dalam komponen environment yang berhubungan dengan faktor-faktor dalam komponen people dan behavior. Kepatuhan compliance dalam teori safety triad merupakan salah satu faktor komponen behavior. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan tenaga kerja terhadap SOP Standar Operasional Prosedur berdasarkan konsep safety di ketinggian memiliki risiko bahaya yang cukup tinggi, sehingga perlu diterapkan standar operasional prosedur yang mengatur tentang bekerja di ketinggian. Adanya standar operasional prosedur tersebut bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dari risiko bahaya yang mungkin terjadi selama melakukan pekerjaan. Walaupun telah terdapat standar operasional prosedur tapi masih tetap ada beberapa kecelakaan saat melakukan pekerjaan di ketinggian. Jatuh dari ketinggian merupakan penyumbang terbesar dalam kecelakaan kerja di ketinggian. Terdapat 126 kejadian jatuh dari Tabel 1. Data Kasus Pelanggaran SOP dan Kecelakaan Kerja di IndonesiaKasus Tahun 2010 Tahun 2011Pelanggaran SOP 27 65Kecelakaan kerja di ketinggian 710 227Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian
ketinggian pada tahun 1998 hingga tahun 2008 Workplace Safety and Health Council, 2011.Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia, sehingga setiap waktu pembangunan gedung perkantoran, tempat tinggal, pusat perbelanjaan dan sebagainya terus bertambah. Banyaknya pembangunan gedung di kota Surabaya mengakibatkan bertambah besarnya risiko kecelakaan kerja di bidang konstruksi. Pembangunan gedung Tunjungan Plaza 6 merupakan salah satu dari beberapa pembangunan pusat perbelanjaan di Surabaya. PT Sri Murni sebagai salah satu subkontraktor di proyek pembangunan Tunjungan Plaza 6 yang menangani pemasangan kaca. Pekerjaan pemasangan kaca merupakan pekerjaan yang dilakukan di ketinggian dan mempunyai potensi bahaya besar, sehingga diperlukan adanya SOP yang harus dipatuhi oleh tenaga kerja dalam rangka mengendalikan risiko kecelakaan yang mungkin terjadi. Namun berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan pihak HSE PT. Sri Murni ditemukan beberapa pekerja yang tidak mematuhi SOP seperti tidak menggunakan full body harness dan melakukan pekerjaan di scaffolding yang tidak aman. Ketidakpatuhan pekerja ini merupakan masalah karena pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan dengan risiko tinggi. Kecelakaan kerja disebabkan oleh tiga faktor menurut An Investigation of Managements Commitment to Construction Safety Journal yaitu kurangnya komitmen dan kepemimpinan manajemen, kondisi bekerja yang aman, kebiasaan kerja yang aman. Kebiasaan kerja yang aman contohnya adalah kepatuhan tenaga kerja terhadap standar dan prosedur kerja yang ada. Berdasarkan teori dan data kecelakaan kerja jatuh dari ketinggian yang telah dipaparkan, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan tenaga kerja terhadap standar dan operasional prosedur bekerja di ketinggian sesuai dengan teori safety triad. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap standar dan operasional prosedur pada pekerja pemasangan kaca PT. Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional karena hanya melakukan pengamatan tanpa memberikan perlakuan pada objek penelitian. Berdasarkan lokasi pelaksanaan, penelitian ini termasuk penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional karena pengamatan dilakukan pada suatu periode tertentu. Populasi penelitian adalah semua tenaga kerja pemasangan kaca PT. Sri Murni proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya yang berjumlah 50 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pekerja pemasangan kaca PT. Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya sebanyak 33 responden. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus simple random ini dilakukan di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya. Waktu penelitian ini dimulai Desember 2016–Maret 2017. Pengumpulan data pada Februari dan Maret 2017. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan, kepribadian, komunikasi, dan pengawasan pihak safety. Variabel terikatnya adalah kepatuhan terhadap pekerja terhadap SOP bekerja di data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner yang meliputi variabel pengetahuan, kepribadian, pelatihan penerapan SOP, komunikasi, pengawasan HSE, ketersediaan APD, dan kepatuhan terhadap SOP. Responden mengisi kuesioner didampingi oleh peneliti atau enumerator yang telah dilatih dengan melakukan role play dan brainstorming agar enumerator memiliki pemahaman yang sama seperti yang dimaksud peneliti. Sebelum mengisi kuesioner, peneliti atau enumerator menjelaskan secara singkat kepada responden tentang penelitian tersebut. Responden yang bersedia menjadi subjek penelitian kemudian mengisi informed consent. Pengambilan data juga dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada supervisor atau HSE di proyek konstruksi tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail terkait kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Pengambilan data sekunder diperoleh melalui data dari perusahaan yang meliputi gambaran umum perusahaan, jumlah tenaga kerja dan tentang standar dan operasional prosedur bekerja di yang telah terkumpul kemudian diolah dengan mengecek kelengkapan instrumen tentang variabel yang diteliti kemudian dianalisa secara univariat dan bivariat. Hasil analisa data univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi disertai narasi, sedangkan hasil analisa data bivariat akan disajikan dalam bentuk tabulasi silang. Uji analisa data bivariat yang digunakan adalah chi square test 228 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234dan apabila hasil analisa data menyatakan bahwa hipotesis diterima maka akan diuji kuat hubungan melalui koeïŹ sien kontingensi. Interval koeïŹ sien kontingensi dan kuat hubungan dapat dilihat pada tabel data dianalisis, langkah selanjutnya adalah melakukan penarikan Umum Tempat PenelitianPT Sri Murni adalah distributor alumunium ekstrusi dan retail yang berlokasi di Surabaya, Indonesia. PT Sri Murni adalah spesialis dalam mendistribusikan alumunium ekstrusi, alumunium komposit panel, dan aksesori. Dengan pengalaman lebih dari dua puluh lima tahun dalam memasok dan mendistribusikan bahan dan produk alumunium. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1980, dengan outlet pertama yang berlokasi di Jalan Ngaglik XVII/17. PT Sri Murni saat ini sudah memiliki tiga gerai dan empat gudang. PT Sri Murni juga memiliki cabang yaitu AlïŹ‚ ex Megah yang berada di Sri Murni memiliki visi dan misi yaitu untuk menyediakan produk berkualitas tinggi dan harga bersaing, sehingga menjadi salah satu distributor ekstrusi alumunium terkemuka di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan motto PT Sri Murni “Trust Us, We Deliver”. Distribusi Pengetahuan PekerjaPengetahuan dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu baik dan kurang. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel data distribusi pengetahuan tentang Standar dan Operasional Prosedur pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 dapat dilihat bahwa mayoritas pekerja memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 66,7% 22 dari 33. Pengetahuan dapat diperoleh dari pelatihan maupun dari safety talk. Kesimpulannya adalah mayoritas pekerja memiliki pengetahuan yang baik tentang SOP bekerja di Kepribadian PekerjaKepribadian pekerja dibagi menjadi dua tipe, yaitu kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B. Distribusi responden berdasarkan tipe kepribadian pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel data distribusi kepribadian pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 menyatakan bahwa 48,5% pekerja memiliki kepribadian dominan tipe A sedangkan 51,5% pekerja memiliki kepribadian dominan tipe B. Jumlah pekerja yang memiliki kepribadian tipe A dan tipe B hampir Komunikasi PekerjaKomunikasi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Distribusi responden berdasarkan komunikasi pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel 3. Distribusi Pengetahuan Pekerja Pemasangan Kaca PT Sri MurniPengetahuan Frekuensi PersentaseBaik 22 66,7Kurang 11 33,3Jumlah Total 33 100,0Tabel 4. Distribusi Kepribadian Pekerja Pemasangan Kaca PT Sri MurniKepribadian Frekuensi PersentaseTipe A 16 48,5Tipe B 17 51,5Total 33 100,0Tabel 2. KoeïŹ sien KontingensiInterval KoeïŹ sien Kuat Hubungan0,00–0,199 Sangat rendah0,20–0,399 Rendah0,40–0,599 Sedang0,60–0,699 Kuat0,70–0,799 Sangat KuatSumber Dahlan, 2001 229Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian
Berdasarkan data distribusi komunikasi pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 dapat dilihat bahwa mayoritas pekerja memiliki komunikasi yang baik yaitu sebesar 63,6% 21 dari 33. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antar pekerja, pekerja dengan supervisor atau atasan, maupun dengan orang Pengawasan HSE atau Pihak SafetyPengawasan HSE atau pihak safety dibagi menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Distribusi responden berdasarkan pengawasan HSE atau pihak safety pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel 6. Berdasarkan data distribusi di atas, mayoritas pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 menyatakan bahwa pihak HSE atau safety telah melakukan pengawasan dengan baik yaitu sebesar 90,9%. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pihak HSE atau safety PT Sri Murni telah melakukan pengawasan yang baik terhadap Kepatuhan PekerjaKepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian didapatkan dengan cara checklist setiap komponen dalam SOP. Checklist dilakukan setelah melakukan observasi, wawancara, dan telaah dokumen atau data sekunder yang dibutuhkan untuk setiap komponen dalam SOP bekerja di ketinggian. Setelah itu didapatkan data yang kemudian dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori patuh dan tidak Tabel 5. Distribusi Komunikasi Pekerja Pemasangan Kaca PT Sri MurniKomunikasi Frekuensi PersentaseBaik 21 63,6Kurang 12 36,4Total 33 100,0Tabel 6. Distribusi Pengawasan HSE atau Pihak Safety PT Sri MurniPengawasan Frekuensi PersentaseBaik 30 90,9Kurang 3 9,1Total 33 100,0patuh. Pekerja dikategorikan patuh jika pekerja memenuhi dan melakukan semua komponen dalam SOP bekerja di ketinggian, sedangkan pekerja dikategorikan tidak patuh jika terdapat komponen dalam SOP bekerja di ketinggian yang tidak dilakukan oleh pekerja. Distribusi responden berdasarkan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat dilihat pada tabel data distribusi kepatuhan pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni terhadap SOP bekerja di ketinggian di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya 2017 menyatakan bahwa 81,8% patuh menerapkan SOP sedangkan 18,2% pekerja tidak patuh dalam menerapkan SOP bekerja di BivariatHubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan terhadap SOPHubungan antara pengetahuan pekerja dengan kepatuhan terhadap SOP dapat dilihat pada tabel 8. Pekerja yang patuh SOP bekerja di ketinggian dan memiliki pengetahuan baik sebanyak 21 pekerja 95,5% sedangkan pekerja yang memiliki pengetahuan kurang dan patuh SOP bekerja di ketinggian sebanyak 6 pekerja 54,5%. Berdasarkan hasil uji statistik chi square antara pengetahuan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian didapatkan signiïŹ kansi 0,010 α sehingga diartikan tidak ada hubungan antara kepribadian dengan kepatuhan penerapan SOP bekerja di ketinggianHubungan Komunikasi dengan Kepatuhan terhadap SOPPekerja yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian dan memiliki komunikasi baik sebanyak 20 pekerja 95,2% sedangkan pekerja yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian dan memiliki komunikasi kurang sebanyak 7 pekerja 58,3%. Berdasarkan hasil uji statistik chi square antara komunikasi dengan kepatuhan pekerja terhadap Tabel 9. Tabulasi Silang antara Kepribadian dengan Kepatuhan PekerjaKepribadian Kepatuhan TotalPatuh Tidak PatuhTipe A 14 2 16Tipe B 13 4 17Total 27 6 33SOP bekerja di ketinggian didapatkan signiïŹ kansi 0,016 α sehingga diartikan tidak ada hubungan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di 10. Tabulasi Silang antara Komunikasi dengan Kepatuhan PekerjaKomunikasi Kepatuhan TotalPatuh Tidak PatuhBaik 20 1 21Kurang 7 5 12Total 27 6 33Tabel 11. Tabulasi Silang antara Pengawasan HSE atau Pihak Safety dengan Kepatuhan PekerjaPengawasan Kepatuhan TotalPatuh Tidak PatuhBaik 25 5 30Kurang 2 1 3Total 27 6 33 231Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian
PEMBAHASANPengetahuanMenurut teori safety triad, pengetahuan merupakan salah satu faktor dalam komponen person yang akan memengaruhi kepatuhan Geller, 2001. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat membuktikan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian dan memiliki nilai koeïŹ sien kontingensi 0,447. Bila dibandingkan dengan tabel 8 tentang koefisien kontingensi, kuat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian adalah sedang. Hal ini berarti pengetahuan memiliki hubungan yang tidak lemah namun juga tidak begitu kuat dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Terbukti pekerja yang berpengetahuan baik memiliki persentase lebih besar untuk patuh dalam menerapkan SOP bekerja di ketinggian daripada pekerja yang berpengetahuan kurang. Namun beberapa pekerja yang berpengetahuan rendah juga ada yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hal ini berarti pengetahuan memiliki hubungan dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian namun tidak menjadi faktor utama yang membuat tenaga kerja patuh menerapkan SOP bekerja di penelitian ini didukung oleh penelitian Judha 2012 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan SOP. Hasil penelitian Judha 2012 menyatakan bahwa pengetahuan yang baik berpeluang lebih besar untuk patuh terhadap SOP dibandingkan dengan yang berpengetahuan kurang. Damayanti, dkk 2015 juga melakukan penelitian dengan hasil yang menyatakan bahwa pengetahuan memiliki hubungan yang signiïŹ kan dengan kepatuhan alat pelindung diri. Hal tersebut sesuai dengan Notoatmodjo 2007 yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan dasar pembentukan perilaku seseorang. Oleh karena itu, pekerja dengan pengetahuan yang baik dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja baik pada dirinya maupun orang hasil penelitian di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya, pengetahuan merupakan faktor yang memiliki hubungan dengan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk perusahaan agar menambah pengetahuan bagi pekerja tentang SOP bekerja di ketinggian terlebih dahulu sebelum para pekerja melakukan pekerjaan mereka. Pekerja yang memiliki pengetahuan baik akan lebih mudah diarahkan untuk mematuhi SOP bekerja di ketinggian sehingga budaya keselamatan bisa terbentuk dan bisa mengurangi risiko terjadinya kecelakaan 2001 dalam teori safety triad mengemukakan bahwa terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan dalam membentuk budaya keselamatan. Komponen tersebut yaitu person, behavior, dan environment. Salah satu faktor dalam komponen person yaitu kepribadian sehingga akan berkaitan dengan perilaku kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian. Kepribadian A cenderung merasa tidak sabar, selalu bergerak cepat, tidak suka menghabiskan banyak waktu untuk bersantai, dan sering merasa tidak sabar. Sedangkan kepribadian B cenderung tidak terlalu suka berkompetisi, lebih suka menghabiskan waktu untuk bersantai, dan berorientasi memperoleh yang dilakukan di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya tidak dapat membuktikan hipotesis bahwa terdapat hubungan antara kepribadian dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signiïŹ kan antara tipe kepribadian dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian. Meskipun tidak ada hubungan yang signiïŹ kan namun tipe kepribadian A memiliki persentase sedikit lebih besar untuk patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian daripada tipe kepribadian B. Persentase kepatuhan tipe kepribadian A yang lebih besar dibandingkan tipe kepribadian B karena tipe kepribadian A mempunyai sifat yang perfeksionis dan akan merasa tidak sempurna jika tidak patuh SOP bekerja di penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Haqi 2013 yang menyatakan bahwa tipe kepribadian A cenderung melakukan unsafe action karena tipe kepribadian A sering terburu-buru dalam melakukan pekerjaan sehingga lebih ceroboh dan tidak patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hal tersebut sesuai dengan Anderson, dkk 2005 yang menyatakan bahwa kepribadian tipe A sering mengalami kejadian kecelakaan kerja. 232 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234Terdapat beberapa cara untuk mengukur kepribadian, diantaranya dengan menggunakan wawancara dan kuesioner. Penelitian pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya menggunakan cara kuesioner untuk mengetahui kepribadian pekerja. Cara pengukuran kepribadian mungkin kurang maksimal karena hanya menggunakan kuesioner tanpa wawancara sehingga tidak didapatkan data mendalam tentang kepribadian merupakan salah satu faktor dalam komponen behavior pada teori safety triad. Menurut Geller 2001 dalam teori safety triad, komunikasi berkaitan dengan kepatuhan sehingga komunikasi seharusnya memiliki hubungan dengan perilaku kepatuhan terhadap SOP bekerja di pada pekerja PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya berhasil membuktikan hipotesis tersebut karena hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signiïŹ kan antara komunikasi dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian, dan memiliki nilai koefisien kontingensi 0,418. Bila dibandingkan dengan tabel 1 tentang koeïŹ sien kontingensi, kuat hubungan antara komunikasi dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian adalah sedang. Hal ini terbukti karena pekerja yang memiliki komunikasi baik lebih banyak yang patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian dibandingkan pekerja dengan komunikasi penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Haqi 2013 yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara komunikasi dengan terjadinya unsafe action. Komunikasi merupakan rangsangan yang berupa lisan maupun gerakan yang akan memengaruhi orang lain Notoatmodjo, 2003. Adanya hubungan antara komunikasi dengan kepatuhan SOP karena rangsangan yang diberikan sesama pekerja maupun dari pihak lain mampu membuat pekerja patuh terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi untuk perusahaan agar tetap mempertahankan komunikasi yang terjalin antar pekerja dan juga komunikasi pekerja dengan pihak lain seperti supervisor atau pihak safety, karena komunikasi yang baik juga akan meningkatkan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian sehingga mengurangi risiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi dan meningkatkan keselamatan para HSE atau Pihak SafetyPengawasan dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan dan target sesuai dengan kebutuhan, memastikan pekerja dapat menanggulangi kesulitan yang mereka temui, meningkatkan motivasi, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya Geller, 2001. Menurut Halimah 2010, peran pengawas merupakan faktor yang paling dominan yang berhubungan dengan perilaku pekerja. Pengawasan pekerjaan pemasangan kaca di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dilakukan oleh pihak safety PT Sri Murni. Oleh karena itu, ketika pihak safety kurang melakukan pengawasan maka pekerja akan cenderung berperilaku tidak pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya tidak dapat membuktikan hipotesis tersebut, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signiïŹ kan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian. Hal tersebut sejalan dengan penelitian dari Nurvita 2015 yang menyatakan tidak ada hubungan antara peran pengawasan dengan kepatuhan pelaporan bahaya. Saputri dan Indriati 2014 juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengawasan pihak K3 atau safety dengan kepatuhan penggunaan APD tersebut berbanding terbalik dengan penelitian Hayati 2004 yang dapat membuktikan bahwa terdapat hubungan antara pengawasan dengan tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan SOP pada pekerja welding. Penelitian yang dilakukan oleh Candra 2015 juga menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APT di Unit Pemeliharaan PLTD Ampenan PT PLN Persero Sektor Pembangkitan adanya hubungan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan SOP bekerja di ketinggian bisa terjadi karena beberapa kemungkinan, antara lain karena pekerja mengisi kuesioner tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan sehingga kualitas data yang diperoleh tergantung dari motivasi pekerja pada saat pengisian kuesioner dilakukan. Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan teori ini bisa disebabkan karena adanya pengaruh dari faktor lain seperti sikap dan pengaruh rekan kerja. Namun, menurut wawancara dengan pihak safety, pengawasan tidak dilakukan 233Fhanin Dyanita, Kepatuhan terhadap SOP Ketinggian
setiap hari melainkan hanya beberapa kali dalam seminggu. Hal tersebut bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara pengawasan pihak safety dengan kepatuhan SOP bekerja di pada pekerja pemasangan kaca PT Sri Murni di proyek konstruksi Tunjungan Plaza 6 Surabaya dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pekerja memiliki pengetahuan baik tentang SOP bekerja di ketinggian, sebagian pekerja juga memiliki komunikasi yang baik antar pekerja maupun pekerja dengan supervisor. Jumlah pekerja dengan tipe kepribadian A dan pekerja dengan tipe kepribadian B hampir sama. Sebagian besar pekerja juga telah patuh terhadap SOP bekerja di kuat hubungan antara faktor person, behavior, dan environment didapatkan hasil variabel pengetahuan yang merupakan salah satu komponen dalam faktor person dan variabel komunikasi yang merupakan salah satu komponen dalam behavior yang memiliki hubungan sedang dengan kepatuhan terhadap SOP bekerja di penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan kepada pihak perusahaan PT Sri Murni dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan kepatuhan pekerja terhadap SOP bekerja di ketinggian yaitu melalui pengadaan training atau safety talk secara rutin untuk meningkatkan pengetahuan pekerja. Pihak safety harus lebih mengawasi pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya, agar pekerja bisa lebih patuh dalam menerapkan SOP bekerja di ketinggian. Komunikasi yang terjalin antar pekerja dan komunikasi antara pekerja dengan supervisor atau pihak safety agar dipertahankan misalnya saling mengingatkan untuk selalu berperilaku PUSTAKAAnderson, N., Ones, Sinangil, Viswesvaran, Chockalingam. 2005. Handbook of Industrial, Work and Organizational Psychology. London SAGE Publications A. 2015. Hubungan Faktor Pembentuk Perilaku dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Telinga pada Tenaga Kerja di PLTD Ampenan. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 41, pp. 90 [e-journal] terdapat di diakses pada tanggal 14 Juli 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Salemba Dewa Ketut Tirtayasa, I Kadek Saputra. 2015. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Petani Pengguna Pestisida. COPING Ners Journal, 33, pp. 73-74 [e-journal] terdapat di diakses pada tanggal 14 Juli 2001. The Psychology of Safety Handbook. New York Lewis S. 2010. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. FKIK Universitas Islam Negeri Syarif 2004. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan terhadap Pelaksanaan SOP pada Pekerja Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Skripsi. Depok FKM Universitas 2013. Analisis Penyebab Unsafe Action dengan Pendekatan Human Factors and ClassiïŹ cation System HFACS. Tesis. Surabaya FKM Universitas M. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Urin di Bangsal Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati of Manpower, the Workplace Safety and Health Council, the National Work at Height Safety Taskforce. 2011. Safety Analysis and Recommendation Report on Work At Height A Study of 126 Falls from Height FFH cases D. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta FKIK UIN Syarif S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta Rineka I., Indriati, P. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penggunaan 234 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 6, No. 2 Mei-Agust 2017 225–234APD pada Pekerja Kerangka Bangunan. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health Vol. 1 [e-journal] terdapat di diakses pada tanggal 14 Juli Y. 2012. Implementasi Prosedur Bekerja di Ketinggian di PT. BBS Indonesia WTC 2 Project. Tesis. Depok Universitas Indonesia. ... Out of 32 risks, there were 12 critical risks, or the RPN values which were higher than the critical RPN values. The 12 risks included the damage to the goods in the process of loading the goods 14, the inaccuracy in the number of goods in the process of loading the goods 15, the damage to the goods in the process of unloading the goods 16, the inaccuracy in the number of goods in the process of unloading the goods 17, the damage to the goods in the process of deconsolidation/consolidation of the goods 18, the damage to the goods in the process of shipping the goods 21, the presence of criminal acts in the process of shipping the goods 22, road accidents during the shipping 23, vehicle damage when shipping 24, vendors took over the company's customers under-the-table 30, the company's customers contacted the company's vendors directly under-the-table 31, complaints from the customers due to the longer lead time of the shipment 32.Value of RPN is shown in Table 3. ...... This is in line with the results of research by Pradipta et al. [27] which states that employees who understand the importance of working according to SOPs are less likely to violate them. To improve the supervision system for each job, the regulations related to punishment for workers who do not obey the SOPs can be proposed [27][28][29][30]. Pradipta et al. [27] and Dyanita [30] also state that a good communication between workers can also influence them to obey the SOPs. ...... To improve the supervision system for each job, the regulations related to punishment for workers who do not obey the SOPs can be proposed [27][28][29][30]. Pradipta et al. [27] and Dyanita [30] also state that a good communication between workers can also influence them to obey the SOPs. ...Elisa Kusrini Kholida HanimRisk of goods and security incidents, such as theft, boycott, smuggling and terrorism are likely to occur in a shipping process, therefore risk controls are needed to reduce the adverse effects. A research on the supply chain security risk management based on ISO 28001 security supply chain is conducted to overcome such problems. The purpose of this research is to analyse compliance & supply chain security risks and propose a mitigation based on ISO 28001 in a logistic service provider in Indonesia. A gap analysis is conducted to assess the compliance of security performance in seven areas, supply chain security management, security plans, asset security, personnel security, information security, security of goods & conveyance and transportation units closed cargo. The result of the assessment showed that a compliance level of above 75% indicates that the company is ready to implement an ISO 28001. The risk mitigation plan is proposed based on Failure mode effect analysis FMEA which calculates the Risk Priority Number RPN. The RPN value indicates the level of risk where the higher the value, the more critical the risk and become the priority to handle. The mitigation proposed for managing risk are reducing, sharing and avoiding.... Sektor konstruksi mempunyai bidang kerja yang berhubungan dengan peralatan yang berbahaya, lingkungan, dan zat-zat yang mempengaruhi kondisi fisik, kesehatan serta keselamatan pada pekerja [1]. Salah satu bidang sektor kontruksi yang dikerjakan yaitu bidang ketinggian [2]. "Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda" [3]. ...... Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian pada pekerja PT Sri Murni. Penelitin tersebut memperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan SOP dengan p value sebesar 0,464 [2]. ...Devy Indra PrabawatiMifbakhuddin MifbakhuddinDiki Bima PrasetioLatar belakang Penerapan Standard Operasional Procedure SOP yang baik sangat diperlukan guna melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, terutama pada pekerjaan yang meiliki risiko tinggi seperti pekerjaan di ketinggian. Tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, pengawasan dan masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP di PT. X Surabaya. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan studi cross setional. Sampel dari penelitian ini yaitu pekerja ketinggian di PT. X Surabaya sebanyak 40 orang. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik dengan uji chi square. Hasil Sebagian besar pekerja patuh dalam melaksanakan SOP yaitu sebesar 62,5%. Pekerja dengan tingkat pengetahuan baik 32,5%, cukup 35,0%, dan pengetahuan kurang 32,5%. Pekerja dengan sikap positif sebanyak 37 orang 92,5% dan negatif 3 orang 7,5%. Pengawasan baik 75,0%, pengawasan kurang baik 25,0%. Masa kerja ≄ 5 tahun sebanyak 21 orang 52,2% dan masa kerja < 5 tahun sebanyak 19 orang 47,5%. Hasil uji Chi Square variabel yang berhubungan dengan kepatuhan adalah variabel pengetahuan p value = 0,005, pengawasan p value = 0,000, masa kerja p value = 0,004 sedangkan variabel sikap tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP p value = 1,000. Kesimpulan Kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP dipengaruhi oleh pengetahuan, pengawasan dan masa kerja.... The results of Fairyo and Wahyuningsih 2018 research, in a construction company, it was found that 84% of workers did not use PPE when working. In addition, of construction workers do not comply with work instructions Dyanita, 2017. In addition, the implementation of housekeeping in the workshop area has been carried out, but there are obstacles, namely the lack of interest and cooperation of maintenance workers in the implementation of housekeeping. ...Adinda Novia ArdhaniNoeroel WidajatiRika AmeiliawatiBackground Construction companies are one of the highest accident-prone fields. One of the efforts to protect the safety and health of construction workers is OHS compliance from the aspect of compliance in using PPE, following work instructions and implementing routine and periodic housekeeping. OHS compliance and housekeeping implementation to prevent the risk of work accidents. However, based on conditions in the field, many workers still do not comply with OHS and have not implemented housekeeping properly. Purpose To determine the relationship between OHS compliance, housekeeping implementation, and occupational injury risk in a construction company. Method This study was an observational study type using a cross-sectional approach. A total of 98 people were used in the sample for this study. Data analysis was performed using the phi test and contingency coefficient test. Result There is a relationship p=0,000 with a strong relation phi= between OHS compliance and occupational injury risk, and there is a relationship p=0,000 with a moderate level of relationship r= between the housekeeping implementation levels and occupational injury risk for the construction company workers. Conclusion There is a strong relation between OHS compliance and occupational injury risk and a relatively strong relation between housekeeping implementation levels and occupational injury risk in construction company workers.... In addition, a report from the Workplace Safety and Health Council stated that falling from height is the largest contributor to occupational accidents caused by working at height. There were 126 occurrences of falling from height between 1998 and 2008 Dyanita, 2018. ...Dana ApriliaAziz RamadhanIntroduction As one of the largest fertilizer industrieswith high competitiveness and high interest from consumers, the Gresik Fertilizer Company has various potential hazards that can cause workplace accidents, one of which is the danger of working at height. This study aims to determine the Occupational Safety and Health OSH programs and the application of hazard control of working at height in the Gresik Fertilizer Company. Methods This study used a descriptive analysis method with a cross sectional study design. The variables studied were the hazard control efforts, the procedures to control the hazard, and the application of the hazard control process of working at height. Data collection techniques derived from secondary data in the form of company’s documents, and the data analysis method used in this study was in the form of qualitative method. Results the Gresik Fertilizer Company has several OSH programs for the control of hazard of working at height with a success rate of 90%, have control methods of working at height with a success rate of 90%, and have guidelines for working at height with a success rate of 85%. Conclusion The Gresik fertilizer company has OSH programs to control working at height, has hazard control methods for working at height, and guidelines for working at height. Keywords control efforts, fertilizer company, working at height hazardsTri Wahyuni LestariLusitawati Lusitawati Annisa RizkyHadi SiswoyoWET CUPPING THERAPY PRACTITIONER AND STANDARD OPERATING PROCEDURESBackground Traditional wet cupping therapy is an invasive alternative therapy in the community. To ensure its safety, it is necessary to conduct research on the compliance of wet cupping practitioners against the Standard Operating Procedure SOP. Purpose To obtain an overview of the compliance of cupping therapy practitioners with the Standard Operating Procedure PSO in DKI This study was a cross-sectional study, conducted on 30 wet cupping practitioners in the DKI Jakarta area who fulfilled the inclusion and exclusion criteria. The method of data collection is done by observing cupping practitioners, each of them 3 times to avoid bias behavior of respondents who deliberately do it because they are being observed. Data analysis was carried out descriptively and analytically. Test the relationship between independent and dependent variables is done to determine the factors associated with The average value of compliance with cupping practitioners in the PBI member of DKI Jakarta against PSO is percent. Factors related to the compliance of cupping therapy members of the Jakarta DKI Cupping Association PBI towards Standard Operating Procedure PSO there are 3 variables, namely the year passed the standardization test, facilities and compliance, wet cupping, Standard Operating ProcedurePendahuluan Terapi tradisional bekam merupakan terapi alternatif yang bersifat invasif yang ada di masyarakat. Untuk memastikan keamanannya maka perlu dilakukan penelitian mengenai kepatuhan para praktisi bekam terhadap Prosedur Standar Operasi PSO.Tujuan memperoleh gambaran kepatuhan para praktisi terapi bekam terhadap Standar Prosedur Operasional PSO di DKI Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional, dilakukan pada 30 orang praktisi bekam di wilayah DKI Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Cara pengumpulan data dilakukan dengan observasi terhadap praktisi bekam, masing-masing sebanyak 3 kali untuk menghindari bias perilaku responden yang sengaja dilakukan karena mengetahui sedang diamati. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Uji hubungan antar variabel independen dan dependen dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Nilai rata-rata kepatuhan praktisi bekam anggota PBI DKI Jakarta terhadap PSO yaitu 81,47 persen. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan praktisi terapi bekam anggota Perkumpulan Bekam Indonesia PBI DKI Jakarta terhadap Prosedur Standar Operasi PSO ada 3 variabel yaitu tahun lulus uji standardisasi, sarana prasarana dan CandraSafe behaviour in company could prevent Noise Induce Hearing Loss. Safe behaviour that could prevent hearing loss is the compliance of wearing ear protector. It could be shaped by using the activator-behaviour-consequence ABC method that can be influenced by forming behaviour factors knowledge, training, and supervision and positive reinforcement. The aim of this research was to analyze the association between forming behaviour factors with the compliance of wearing ear protector. This was an observational analytic study with cross sectional approach with 18 workers in maintenance section of PLTD Ampenan as sample. Data were collected through questionnaire, interview, and observation. Data were analyzed used pearson chi-square and fisher exact test to obtain the association between variables. The results showed that most of the workers in maintenance section of PLTD Ampenan had the compliance of wearing ear protector. There were significant correlation between knowledge, training, supervision, and positive reinforcement with the compliance of wearing ear protector. Supervision has a very strong correlation coefficent 1,000. The more workers feel himself under supervision, the better their behaviour will be. It is recommended that the company can perform all forming behaviour factors especially improve the supervision method in order to make all workers have the compliance of wearing ear protector. Keywords forming behaviour factor, safe behaviour, ABC methodStatistik untuk Kedokteran dan KesehatanM DahlanSopiyudinDahlan, 2001. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta Salemba antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Petani Pengguna PestisidaDewa A A I DarmayantiDarmayanti, Dewa Ketut Tirtayasa, I Kadek Saputra. 2015. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Petani Pengguna Pestisida. COPING Ners Journal, 33, pp. 73-74 [e-journal] terdapat di http// diakses pada tanggal 14 Juli yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT SIM Plant Tambun II TahunSiti HalimahHalimah, S. 2010. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Aman Karyawan di Area Produksi PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. Skripsi. Jakarta FKIK Universitas Islam Negeri Syarif Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan Terhadap Pelaksanaan SOP pada Pekerja Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu MotorHayatiHayati. 2004. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal Tingkat Kepatuhan terhadap Pelaksanaan SOP pada Pekerja Bagian Welding PT Krama Yudha Ratu Motor. Skripsi. Depok FKM Universitas Penyebab Unsafe Action dengan Pendekatan Human Factors and Classifi cation System HFACSD N HaqiHaqi, 2013. Analisis Penyebab Unsafe Action dengan Pendekatan Human Factors and Classifi cation System HFACS. Tesis. Surabaya FKM Universitas Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Urin di Bangsal Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati BantulM JudhaJudha, M. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Urin di Bangsal Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul. Ministry of Manpower, the Workplace Safety and Health Council, the National Work at Height Safety Taskforce. 2011. Safety Analysis and Recommendation Report on Work At Height A Study of 126 Falls from Height FFH cases yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok CabeDwi NurvitaNurvita, D. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaporan Bahaya pada Pekerja Teknisi Unit Maintenance di PT Pelita Air Service Area Kerja Pondok Cabe, Tangerang Selatan. Skripsi. Jakarta FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
STANDAROPERASIONAL PROSEDUR REKRUTMEN DAN SELEKSI SUMBER DAYA MANUSIA 6.4.3 Pengumumam dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum tanggal penerimaan lamaran. 6.4.4 Dalam pengumuman ; jumlah dan kebutuhan pegawai, syarat yang harus 6.6.2 Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi di luar negeri
Ilustrasi Foto Bekerja di Kantor iStockphoto Jakarta SOP adalah sebuah standar yang biasa diterapkan dalam pemerintahan maupun umum. SOP adalah langkah menjadikan sebuah prosedur lebih konsisten. Prosedur yang konsisten meningkatkan peluang melakukan pekerjaan berkualitas tinggi. SOP adalah dokumen yang biasanya memberi petunjuk langkah tentang melakukan suatu pekerjaan. Isi dari SOP adalah tujuan, ruang lingkup, persyaratan, tanggung jawab, dan langkah atau prosedur yang harus dilakukan. Jenis Teks Prosedur, Ciri-ciri, dan Strukturnya dalam Bahasa Indonesia Ketahui Kepanjangan SOP dan Simak Manfaat, Fungsi Serta Tujuannya 9 Tujuan SOP, Prinsip, dan Manfaat Utamanya SOP adalah pedoman yang dimiliki hampir di tiap institusi atau kelompok formal seperti pemerintahan, perusahaan swasta, atau bahkan organisasi tertentu. SOP adalah instrumen yang juga memiliki jenis dan formatnya sendiri. SOP adalah standar yang bahkan diatur dalam peraturan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Berikut pengertian SOP, prinsip, jenis, dan formatnya, dirangkum dari Peraturan Menteri PAN RB PER/21/ Senin 11/10/2021.Apa itu SOP?Ilustrasi Kerja Foto DarkWorkX/PixabaySOP adalah sinkatan dari standard operating procedure yang berarti prosedur operasi standar. SOP adalah sebuah alur atau cara kerja yang sudah terstandarisasi. Ini mencakup penerapan operasional mulai dari teknis hingga administrasi. SOP adalah prosedur khusus untuk menjelaskan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan peraturan. Menurut Peraturan Menteri PAN RB PER/21/ SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. Prinsip-prinsip penyusunan SOPIlustrasi Dokumen Credit Peraturan Menteri PAN RB PER/21/ penyusunan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut Kemudahan dan kejelasan Kemudahan dan kejelasan dalam SOP adalah salah satu prinsip penting. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua pegawai bahkan seseorang sama sekali baru dalam tugas pelaksanaan tugasnya. Efisiensi dan efektivitas Prosedur-prosedur yang distandarkan harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses pelaksanaan tugas. Keselarasan Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait. Keterukuran Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan mengandung standar kualitas mutu tertentu yang dapat diukur pencapaian keberhasilannya. Dinamis Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Berorientasi pada pengguna Prosedur-prosedur yang distandarkan harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna customer's needs sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna. Kepatuhan hukum. Kepatuhan hukum Prosedur-prosedur yang distandarkan harus memenuhi ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku. Kepastian hukum Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrumen untuk melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan pelaksanaan SOPIlustrasi dokumen. PiacquadioPrinsip-prinsip pelaksanaan SOP adalah Konsisten SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan. Komitmen SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi, dari level yang paling rendah dan tertinggi. Perbaikan berkelanjutan Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap penyempurnaan-penyempurnaan untuk memperoleh prosedur yang benarbenar efisien dan efektif. Mengikat SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan. Seluruh unsur memiliki peran penting Seluruh pegawai peran-peran tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai tertentu tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada proses penyelenggaraan pemerintahan. Terdokumentasl dengan baik Seluruh prosedur yang telah distandarkanharus didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan referensi bagi setiap mereka yang Rapat di Kantor Credit dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu SOP Teknis SOP teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat prosedur diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan-kemungkinan variasi lain. SOP teknis banyak digunakan pada bidang-bidang antara lain teknik, seperti perakitan kendaraan bermotor, pemeliharaan kendaraan, pengoperasian alatalat, dan lainnya; kesehatan, pengoperasian alat-alat medis, penanganan pasien pada unit gawat darurat, medical check up, dan lain-lain. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, SOP teknis dapat diterapkan pada bidang-bidang antara lain pemeliharaan sarana dan prasarana, pemeriksaan keuangan auditing, kearsipan, korespondensi, dokumentasi, pelayanan-pelayanan kepada masyarakat, kepegawaian dan lainnya. SOP Administratif Secara administratif, SOP adalah standar prosedur yang diperuntukkan bagi jenis-jenis pekerjaan yang bersifat administratif. Dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan lingkup makro, SOP administratif dapat digunakan untuk proses-proses perencanaan, pengganggaran, dan lainnya, atau secara garis besar proses-proses dalam siklus penyelenggaraan administrasi pemerintahan. Dalam lingkup mikro, SOP administratif disusun untuk proses-proses administratif dalam operasional seluruh instansi pemerintah, dari mulai level unit organisasi yang paling kecil sampai pada level organisasi secara utuh, dalam menjalankan tugas pokok dan SOPLangkah sederhana Langkah sederhana atau simple step dalam SOP adalah format yang dapat digunakan jika prosedur yang akan disusun hanya memuat sedikit kegiatan dan memerlukan sedikit keputusan. Format SOP ini dapat digunakan dalam situasi dimana hanya ada beberapa orang yang akan melaksanakan prosedur yang telah disusun. Dan biasanya merupakan prosedur rutin. Dalam simple steps ini kegiatan yang akan dilaksanakan cenderung sederhana dengan proses yang pendek. Tahapan berurutan Format tahapan berurutan dalam SOP adalah pengembangan dari simple steps. Digunakan jika prosedur yang disusun panjang, lebih dari 10 langkah dan membutuhkan informasi lebih detail, akan tetapi hanya memerlukan sedikit pengambilan keputusan. Dalam hierarchical langkah-langkah yang telah diidentifikasi dijabarkan kedalam sub-sub langkah secara terperinci. Grafik Jika prosedur yang disusun menghendaki kegiatan yang panjang dan spesifik, maka format ini dapat dipakai. Dalam format ini proses yang panjang tersebut dijabarkan ke dalam sub-subproses yang lebih pendek yang hanya berisi beberapa langkah. Hal ini memudahkan bagi pegawai dalam melaksanakan prosedur. Format ini juga bisa digunakan jika dalam menggambarkan prosedur diperlukan adanya suatu foto atau diagram. Diagram Alir Diagram Alir atau flowchart dalam SOP adalah format yang biasa digunakan jika dalam SOP tersebut diperlukan pengambilan keputusan yang banyak kompleks dan membutuhkan jawaban "ya" atau "tidak" yang akan mempengaruhi sub langkah berikutnya. Format ini juga menyediakan mekanisme yang mudah untuk diikuti dan dilaksanakan oleh para pegawai melalui serangkaian langkah-langkah sebagai hasil dari keputusan yang telah diambil.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. STANDAROPERASIONAL PROSEDUR PENGGUNAAN ALAT DAN STUDIO PROGRAM STUDI DESAIN MODE 1. TUJUAN 2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penggunaan studio di luar jam kerja harus sepengetahuan pihak studio 7. Surat keterangan SOP Bekerja Di Ketinggian – Adanya peraturan baru terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja pekerjaan di ketinggian, hal ini tentunya wajib dipahami terutama oleh praktisi pelaku di lapangan dan pihak-pihak terkait yang berkepentingan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 tahun 2016 yang mengatur tentang K3 Pekerjaan di Ketinggian ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup bekerja di ketinggian secara menyeluruh. Pengertian bekerja di ketinggian menurut peraturan baru ini memiliki perbedaan fundamental dengan pemahaman yang selama ini berkembang. Sebelumnya praktisi terbatas pada lingkup pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian diatas 1,8 meter, sedangkan pada permenaker 09 tahun 2016 tidak memberi batasan terkait ukuran dan tempat kerja. Penekanan lebih kepada aspek adanya beda tinggi’ dan memiliki potensi jatuh. Sebelum kita uraikan terkait standard bekerja di ketinggian, perlu kita ketahui terkait pengertian atau definisi terkait bekerja di ketinggian menurut peraturan baru Definisi Bekerja pada Ketinggian Menurut Permenaker 09 Tahun 2016 “Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau Orang Lain yang berada di tempat kerja Cidera atau Meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda“. Permenaker No 09 tahun 2016 ini mewajibkan kepada pengusaha dan atau pengurus untuk menerapkan K3 dalam bekerja di ketinggian. Penerapan K3 dapat dilakukan dengan memastikan beberapa hal berikut Perencanaan Dilakukan dengan tepat dengan cara yang aman serta diawasi Prosedur Kerja Untuk melakukan pekerjaan pada ketinggian Teknik tatacara Bekerja yang aman APD, Perangkat Pelindung Jatuh dan Angkur Tenaga Kerja kompeten dan adanya Bagian K3 Pada tahap Perencanaan harus memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dengan kondisi ergonomi yang memadai melalui jalur masuk access atau jalur keluar egress yang telah disediakan. Kemudian masih dalam tahap Perencanaan pihak pengusaha dan atau pengurus wajib Menyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan jarak jatuh atau mengurangi konsekuensi dari jatuhnya tenaga kerja Menerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan memberikan instruksi atau melakukan hal lainnya yang berkenaan dengan kondisi pekerjaan Prosedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputi Teknik dan Cara perlindungan Jatuh Cara pengelolaan peralatan Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan Pengamanan tempat kerja Kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memasang perangkat pembatasan daerah kerja untuk mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembagian kategori wilayah meliputi Wilayah Bahaya, Wilayah Waspada dan Wilayah Aman. Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memastikan bahwa tidak ada benda jatuh yang dapat menyebabkan cidera atau kematian, membatasi berat barang yang boleh dibawa tenaga kerja maksimal 5 kilogram diluar APD, berat barang yang lebih dari 5 kilogram harus dinaik turunkan dengan menggunakan sistem katrol. Selain itu pengusaha dan/atau pengurus wajib membuat rencana dan melakukan pelatihan kesiapsiagaan tanggap darurat. Memastikan bahwa langkah pengendalian telah dilakukan untuk mencegah pekerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh dari ketinggian baik yang dilakukan pada lantai kerja tetap, lantai kerja sementara, perancah atau scaffolding, bekerja pada ketinggian di alam, pada saat pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, bekerja pada akses tali, maupun pada posisi bidang kerja miring. Pada pasal 31, Pengusaha dan atau pengurus wajib menyediakan tenaga kerja yang kompeten yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan berwenang di bidang K3 dalam pekerjaan di ketinggian yang dibuktikan dengan Lisensi K3 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal. Semoga sedikit ulasan mengenai tatacara bekerja di ketinggian menurut peraturan baru Permenaker no 9 tahun 2016 ini dapat membantu memberikan gambaran, wawasan serta pemahaman terutama terhadap aspek implementasi bekerja di ketinggian di tempat kerja. Untuk melindungi diri dari risiko jatuh, penting menggunakan semua alat yang sudah dijelaskan diatas, tentunya alat harus sesuai dengan standar keselamatan. Selain itu, setiap pekerja harus memahami K3 kesehatan dan keselamatan kerja sebagai fondasi untuk bekerja. HSE Prime sangat peduli akan keselamatan kerja dengan mengadakan program pelatihan bekerja di ketinggian yang bersertifikasi Kemnaker RI, dan telah dipercaya oleh banyak perusahaan swasta maupun pemerintahan. Untuk informasi lebih lanjut klik disini. Sumber Artikel
STANDAROPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jambu mete merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,
ArticlePDF AvailableAbstractLatar belakang Penerapan Standard Operasional Procedure SOP yang baik sangat diperlukan guna melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, terutama pada pekerjaan yang meiliki risiko tinggi seperti pekerjaan di ketinggian. Tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, pengawasan dan masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP di PT. X Surabaya. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan studi cross setional. Sampel dari penelitian ini yaitu pekerja ketinggian di PT. X Surabaya sebanyak 40 orang. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik dengan uji chi square. Hasil Sebagian besar pekerja patuh dalam melaksanakan SOP yaitu sebesar 62,5%. Pekerja dengan tingkat pengetahuan baik 32,5%, cukup 35,0%, dan pengetahuan kurang 32,5%. Pekerja dengan sikap positif sebanyak 37 orang 92,5% dan negatif 3 orang 7,5%. Pengawasan baik 75,0%, pengawasan kurang baik 25,0%. Masa kerja ≄ 5 tahun sebanyak 21 orang 52,2% dan masa kerja < 5 tahun sebanyak 19 orang 47,5%. Hasil uji Chi Square variabel yang berhubungan dengan kepatuhan adalah variabel pengetahuan p value = 0,005, pengawasan p value = 0,000, masa kerja p value = 0,004 sedangkan variabel sikap tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP p value = 1,000. Kesimpulan Kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP dipengaruhi oleh pengetahuan, pengawasan dan masa kerja. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 29 Kepatuhan Pekerja Ketinggian dalam Melaksanakan Standard Operasional Procedure Devy Indra Prabawati1, Mifbakhuddin2, Diki Bima Prasetio1✉ 1Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang 2Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang Diterima 28 Oktober 2019 Disetujui 21 November 2019 Diterbitkan 30 November 2019 Latar belakang Penerapan Standard Operasional Procedure SOP yang baik sangat diperlukan guna melindungi pekerja dari kecelakaan kerja, terutama pada pekerjaan yang meiliki risiko tinggi seperti pekerjaan di ketinggian. Tujuan Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, pengawasan dan masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP di PT. X Surabaya. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan studi cross setional. Sampel dari penelitian ini yaitu pekerja ketinggian di PT. X Surabaya sebanyak 40 orang. Data yang tersedia disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang kemudian dianalisis secara statistik dengan uji chi square. Hasil Sebagian besar pekerja patuh dalam melaksanakan SOP yaitu sebesar 62,5%. Pekerja dengan tingkat pengetahuan baik 32,5%, cukup 35,0%, dan pengetahuan kurang 32,5%. Pekerja dengan sikap positif sebanyak 37 orang 92,5% dan negatif 3 orang 7,5%. Pengawasan baik 75,0%, pengawasan kurang baik 25,0%. Masa kerja ≄ 5 tahun sebanyak 21 orang 52,2% dan masa kerja < 5 tahun sebanyak 19 orang 47,5%. Hasil uji Chi Square variabel yang berhubungan dengan kepatuhan adalah variabel pengetahuan p value = 0,005, pengawasan p value = 0,000, masa kerja p value = 0,004 sedangkan variabel sikap tidak terdapat hubungan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP p value = 1,000. Kesimpulan Kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP dipengaruhi oleh pengetahuan, pengawasan dan masa kerja. Kata Kunci Kepatuhan Standard Operasional Procedure Bekerja di ketinggian e-ISSN 2613-9219 Akreditasi Nasional Sinta 4 ✉Coresponding author dikibimaprasetio Keywords Compliance Standard Operational Procedure Work at height. Background The application of good Standard Operational Procedure SOP is very necessary to protect workers from workplace accidents, especially in high-risk jobs such as high-altitude work. Objective aims to determine the relationship of knowledge, attitudes, supervision and work period with the obedience of height workers in implementing SOPs at PT. X Surabaya. Method This type of research is analytical research with a cross sectional study approach. The sample of this study is height workers at PT. X Surabaya as many as 40 people. Available data are presented in the form of frequency distribution and cross tabulation then analyzed statistically by the chi square test. Results Most of the workers are obedient in implementing the SOP that is equal to Workers with a good level of knowledge enough and less knowledge Workers with positive attitudes were 37 people and negative 3 people Good supervision supervision is not good Work period of kerja 5 years is 21 people and work period <5 years is 19 people Chi Square test results related to compliance are knowledge variables p value = supervision p value = 0,000, work period p value = while attitude variables do not have a relationship with compliance of height workers in implementing SOP p value = 1,000. Conclusion the obedience of height workers in implementing SOP is influenced by knowledge, supervision and length of service. © 2019 Program Studi S-1 Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA The Indonesian Journal of Public Health jkmi Volume 14, Nomor 2, November 2019 Original Article Open Access Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 30 Pendahuluan Sektor konstruksi mempunyai bidang kerja yang berhubungan dengan peralatan yang berbahaya, lingkungan, dan zat-zat yang mempengaruhi kondisi fisik, kesehatan serta keselamatan pada pekerja [1]. Salah satu bidang sektor kontruksi yang dikerjakan yaitu bidang ketinggian [2]. “Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan tenaga kerja atau orang lain yang berada di tempat kerja cedera atau meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda” [3]. Karakteristik tempat kerja di konstruksi mempunyai sifat yang berbeda seperti lokasi kerja yang berpindah-pindah, cuaca yang sering berubah, keterbatasan waktu, kurangnya tenaga kerja yang terlatih, dan membutuhkan ketahanan fisik yang tinggi sehingga memiliki potensi bahaya [4]. Potensi bahaya yang ditimbulkan dari bekerja di ketinggian adalah terjatuh, yang disebabkan oleh hilangnya keseimbangan tubuh ketika bekerja [5]. Jatuh dari ketinggian menjadi penyebab utama yang menimbulkan banyak kerugian seperti cidera, kerusakan harta benda, dan kematian [6]. Pekerja yang meninggal akibat kecelakaan kerja sebanyak 340 juta jiwa setiap tahunnya di seluruh dunia [7]. Pekerja di Britania Raya yang meninggal akibat kerja pada tahun 2017-2018 sebanyak 144 jiwa [8], sedangkan pekerja meninggal di Malaysia pada tahun 2018 sebanyak 173 jiwa [9]. Terjatuh saat bekerja merupakan penyebab kematian terbesar kedua di seluruh dunia, dengan kasus terbanyak di sektor industri konstruksi [7],[10]. Pekerja di seluruh dunia yang meninggal karena terjatuh sebanyak jiwa, dimana banyak terjadi di negara berpenghasilan rendah, dengan cidera 37,3 juta kasus yang perlu diberikan tindakan medis [10]. Kecelakaan kerja setiap tahunnya mengalami peningkatan hingga 5%, namun untuk kecelakaan kerja berat tren peningkatannya cukup lumayan besar yakni sekitar 5%-10% setiap tahunnya. Data kecelakaan pada tahun 2013 tercatat kasus kecelakaan kerja sebanyak dengan korban meninggal sebanyak Kasus kecelakaan kerja hingga tahun 2015 telah terjadi sebanyak kasus kecelakaan kerja [11]. Data sementara yang didapat hingga triwulan 1 tahun 2018 kecelakaan kerja yang terlapor ada kasus kecelakaan kerja dengan korban meninggal dunia sebanyak 87 pekerja, 52 pekerja cacat dan pekerja lainnya dinyatakan sembuh setelah mendapatkan perawatan medis [12]. Kecelakaan kerja yang terjadi diakibatkan karena ketidakpatuhan pekerja terhadap penerapan SOP, sehingga harus dilakukan pengendalian risiko berupa pengendalian administratif. Pengendalian ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah dan melindungi pekerja dari kecelakaan kerja. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kota Bekasi sebesar 43,1% pekerja tidak patuh dalam menerapkan SOP, kondisi tersebut menyebabkan semakin tinggi risiko kecelakaan kerja yang akan terjadi [13],[14]. Kepatuhan pekerja dalam mematuhi SOP dipengaruhi dua faktor yaitu faktor individu dan faktor pekerjaan[15]. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan individu yaitu masa kerja, pengetahuan, dan sikap, sedangkan faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pekerja dari faktor pekerjaan yaitu pengawasan [15-18]. Faktor inividu dan faktor pekerjaan tersebut menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pekerja dalam memenuhi SOP tidak hanya dari pekerja, tetapi manajemen perusahaan mempunyai pengaruh dalam kepatuhan tersebut [14]. Kepatuhan pada pekerja dalam mematuhi SOP dipengaruhi oleh pengetahuan pada pekerja, karena masa kerja pekerja akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas pekerja dalam suatu pekerjaan [19]. Pengetahuan pekerja akan merubah perilaku sehingga perubahan perilaku tersebut akan membentuk sikap pekerja untuk mematuhi aturan pada pekerjaannya [17],[19]. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengemudi BRT Koridor I Semarang memiliki masa kerja ≄ 6 bulan 56,7%, tingkat pengetahuan tinggi 73,3%, motivasi baik 53,3%, dan sikap yang baik 66,7% [19]. Pengawasan mempunyai fungsi untuk mengatur semua kegiatan pekerja sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan mengukur kemajuan yang telah dicapai seperti peningkatan pengetahuan, keterampilan bawahan, dan jumlah kesalahan yang dilakukan bawahan [18]. Penelitian sebelumnya mengenai pengawasan tentang penggunaan APD dengan kepatuhan penerapan SOP menunjukkan adanya pengawasan yang baik dan patuh dalam penerapan SOP sebanyak 75 orang 85,2% dan responden yang mempunyai pengawasan yang baik kemungkinan 8,1 kali lebih besar dapat mematuhi SOP dibandingkan responden yang mempunyai pengawasan kurang baik [20]. Metode Jenis penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel pekerja ketinggian di proyek Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 31 Underpass Bundaran Satelit PT. X Surabaya sebanyak 40 orang. Data dikumpulkan dengan survey menggunakan kuesioner dan pengisian checklist kepada para pekerja ketinggian di proyek Underpass Bundaran Satelit PT. X Surabaya. Analisis bivariat dengan uji chi-square. Hasil A. Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian Kepatuhan paling rendah mendapatkan skor sebesar 30 dan paling tinggi sebesar 42, sedangkan rata-rata skor tingkat kepatuhan sebesar 35,6 dan standar deviasi sebesar 3,67. Distribusi frekuensi variabel penelitian diketahui bahwa pekerja yang patuh sebanyak 25 orang 62,5% dan pekerja yang tidak patuh sebanyak 15 orang 37,5%. Pekerja yang pengetahuannya baik sebanyak 13 orang 32,5%, pengetauan cukup sebanyak 14 orang 35,0%, dan pengatahuan kurang sebanyak 13 32,5%. Tingkat pengetahuan dikatakan baik apabila pekerja dapat menjawab benar pertanyaan sebanyak 17 yang dilakukan saat wawancara. Sikap pekerja ketinggian pada proyek Underpass Bundaran Satelit Surabaya diketahui bahwa sebanyak 37 orang 92,5% yang memiliki sikap positif dan 3 orang 7,5% memiliki sikap yang negatif dalam melaksanakan kepatuhan SOP ketinggian. Masa kerja pada pekerja ketinggian proyek Underpass Bundaran Satelit Surabaya minimal 1 tahun dan maksimal 17 tahun, sedangkan rata-rata masa kerja yaitu 6 tahun dan standar deviasi sebesar 4 tahun. Masa kerja kemudian dilakukan pengaktegorian menjadi 2 kategori yaitu ≄ 5 tahun dan < 5 tahun. B. Analisis Bivariat 1. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Tabel 2 Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP berdasarkan analisis data menggunakan Chi Square diperoleh p value sebesar 0,005 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pekerja kektinggian dalam melaksanakan SOP. 2. Hubungan sikap dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Tabel 3 Hubungan sikap dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Hubungan antara sikap dengan tingkat kepatuhan berdasarkan Chi Square diperoleh p value sebesar 1,000 <0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP. 3. Hubungan pengawasan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Tabel 4 Hubungan pengawasan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 32 Hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP berdasarkan Chi Square diperoleh p value sebesar 0,000 <0,05 yang berarti terdapat hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP. 4. Hubungan Masa Kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Tabel 5 Hubungan masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Pekerja yang dengan masa kerja ≄ 5 tahun yang patuh dalam pelaksanaan SOP sebanyak 18 orang 85,7% dan pekerja yang memiliki masa kerja < 5 tahun sebanyak 7 orang 36,8% patuh dalam melaksanakan SOP. Analisis data menggunakan Chi Square, diperoleh p value sebesar 0,002 < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP. Pembahasan A. Analisis Univariat Kepatuhan adalah bagaimana pekerja yang bersangkutan mematuhi atau menjalani peraturan yang berlaku berkaitan dengan keselamatan kerja. Adanya peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan maka pekerja wajib menjalankan peraturan tersebut. Pekerja yang mematuhi peraturan tersebut dikatakan baik, sebaliknya pekerja yang tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka pekerja dikatakan tidak patuh [13]. Pengetahuan tentang SOP merupakan hal yang perlu diketahui oleh pekerja dalam melaksanakan dan menerapkan prosedur kerja sesuai dengan masing-masing bidang kerja. Pengetahuan mengenai SOP merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kepatuhan, karena perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan bersifat lebih lama dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan [13]. Sikap merupakan salah satu faktor yang dapat berhubungan dengan kepatuhan pekerja dalam melaksanakan SOP. Sikap merupakan reaksi dari individu terhadap rangsang atau stimulus yang diberikan oleh objek tertentu. Sikap individu dalam memberikan respon dari objek tertentu dapat berbeda dari setiap masing-masing individu. Kepatuhan pekerja dalam melaksanakan SOP dapat diperkuat dengan adanya pengawasan kerja pada perusahaan [21]. Perubahan perilaku yang dialami oleh pekerja akan cenderung kearah yang lebih positif apabila pengawasan diterapkan dengan baik. Pengawasan memiliki pengaruh yang kuat terkait kepatuhan pekerja dlam melaksanakan proses kerja sesuai dengan SOP yang berlaku, hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengawasan yang dilakukan oleh atasan akan memaksa pekerja berperilau baik saat bekerja karena merasa diawasi [22] Masa kerja sangat berhubungan baik dengan kinerja positif maupun negatif, akan menimbulkan pengaruh positif pada kinerja personal karena dengan bertambahnya masa kerja maka pengalaman dalam bekerja semakin bertambah. Sebaliknya akan menimbulkan pengaruh negatif apabila semakin bertambahnya masa kerja maka akan muncul kebiasaan pada tenaga kerja, seperti tidak melaksanakan SOP dengan baik [23]. B. Analisis Bivariat 1. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pekerja ketingian dalam melaksanakan SOP Hasil analisis data diketahui terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP di PT. X Surabaya. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pekerja. Pengetahuan seseorang berkaitan dengan bagaimana perilaku seseorang tersebut dalam bertindak. Perilaku kepatuhan seseorang dapat dibentuk dari seringnya seseorang tersebut mendapatkan informasi atau pengetahuan menganai prosedur kerja yang benar69. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan yang baik maka akan bersifat lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan [13]. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden 92,3% memiliki pengetahuan yang baik mengenai pelaksanaan SOP di ketinggian, sisanya memiliki pengetahuan yang cukup 64,3% dan pengetahuan yang kurang 30,8%. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab dengan benar pertanyaan yang diberikan tentang SOP di ketinggian. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada pekerja ketinggian di konstruksi. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa pekerja yang patuh SOP bekerja di ketinggian dan memiliki pengetahuan baik lebih banyak 95,5% dan yang memiliki pengetahuan kurang 54,5%. Berdasarkan uji statistik chi square antara pengetahuan dengan kepatuhan melaksanakan SOP, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pekerja Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 33 ketinggian dalam melaksanakan SOP dengan signifikansi 0,010 < α2. 2. Hubungan sikap pekerja ketinggian dengan kepatuhan dalam melaksanakan SOP Sikap merupakan faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pekerja dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian diketahui jumlah responden dengan sikap positif sebanyak 62,2% dan responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 66,7%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang meyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP. Penelitian tersebut memperoleh hasil hubungan sikap dengan kepatuhan melaksanakan SOP dengan p value sebesar 0,039 dari hasil uji rank spearman [19]. Sikap merupakan reaksi atau respon dari seseorang yang masih tertutup terhadap suatu rangsangan atau objek. Respon ini dapat berbeda-beda pada setiap individu [13]. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, pada umumnya pekerja memiliki sikap positif terhadap kepatuhan melaksanakan SOP namun ada juga yang memiliki sikap negatif. Pekerja beranggapan bahwa aturan-aturan dalam bekerja yang memperhatikan keselamatan kerja merupakan hal yang penting namun aturan tersebut menyulitkan bahkan menghambat pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan. Anggapan tersebut yang menjadi dasar dari sikap ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan SOP. Sehingga dalam menyelesaikan pekerjaan, pekerja lebih memilih untuk tidak melaksanakan sesuai SOP. 3. Hubungan pengawasan pekerja ketinggian dengan kepatuhan dalam melaksanakan SOP Analisis data yang dilakukan antara pengawasan dengan kepatuhan diketahui terdapat hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan pekerja ketinggian proyek Underpass Bundaran satelit Surabaya dalam melaksanakan SOP. Pekerja yang mendapatkan pengawasan secara menyeluruh dapat menyelesaikan proses kerja sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga dapat terlaksana dengan efektif dan efisien [20]. Pengawasan dilakukan untuk mengamati kepatuhan pekerja dalam menjalankan SOP yang berlaku sehingga pengawasan dapat membentuk perilaku setiap pekerja agar mematuhi kebijakan di perusahaan [21]. Pengawasan memberikan pengaruh yang kuat pada kepatuhan pekerja dalam melaksanakan SOP, hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengawasan yang dilakukan oleh atasan akan memaksa pekerja berperilaku untuk patuh terhadap SOP [22]. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian pada pekerja PT Sri Murni. Penelitin tersebut memperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan SOP dengan p value sebesar 0,464 [2]. 4. Hubungan masa kerja pekerja ketinggian dalam melaksanakan SOP Analisis yang dilakukan antara variabel masa kerja dengan kepatuhan diketahui bahwa hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melakasanakan SOP. Masa kerja yaitu karakteristik individu yang membentuk perilaku sehingga pekerja semakin memahami mengenai kondisi tempat kerja dan memberikan kesadaran untuk patuh terhadap SOP[24]. Masa kerja menjadi faktor yang berhubungan dengan kepatuhan karena semakin lama seseorang bekerja maka kemampuan dan pengalaman dalam bekerja semakin baik. Pekerja dengan masa kerja < 5 tahun telah memiliki pengalaman yang lebih baik dibandingkan dengan pekerja baru, sehingga lebih paham dengan prosedur aman dalam bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian pada pekerja di Ruang Rawat Inap Khusus Bedah RSUD Kota Madiun. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan penggunaan SOP dengan p value sebesar 0,002 [21]. Kesimpulan Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan Standard Operasional Procedure di PT. X Surabaya, p value sebesar 0,005. Tidak ada hubunngan antara sikap dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan Standard Operasional Procedure di PT. X Surabaya, p value sebesar 1,000. Ada hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan Standard Operasional Procedure di PT. X Surabaya, p value sebesar 0,000. Ada hubungan antara masa kerja dengan kepatuhan pekerja ketinggian dalam melaksanakan Standard Operasional Procedure di PT. X Surabaya, p value sebesar 0,004 Daftar Pustaka [1] Septiasary H. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Unsafe Action Pekerja Ketinggian pada Proyek Pembangunan Gedung Bertingkat 2017. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2017. [2] Dyanita F. Kepatuhan Terhadap SOP Ketinggian pada Pekerja Konstruksi. Internatioanl Journal Occupational Safety and Health. Mei-Agust 2017; 6 2 225-234 [3] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Permenakertrans No. 9 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pekerjaan pada Ketinggian. Peraturan Menteri Tenaga Kerja. Jakarta 2016 [4] Dharma AA. Manajemen Risiko Keselamatan Kesehatan Kerja K3 pada Proyek Pembangunan Jambuluwuk Hotel dan Resort Petitenget. Jurnal Spektran. Januari 2017; 5 1 1-87 Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 34 [5] Wahyuni I. Analisis Bahaya dan Penilaian Kebutuhan APD pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Demak Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Maret 2016; 10 1 22-27 [6] Widarti IE. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecelakaan Kerja pada Pekerja Maintenance Elektrikal dalam Menerapkan Work Permit di PT. X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015; 3 3 456-64 [7] International Labour Organization. World Statistics. health/WCMS_249278/lang-en/ 2019. [8] Health and Safety Executive. Health and Safety Statistics. 2018. [9] Department of Occupational Safety and Health. Occupational Accidents Statistics by Sector Until October 2018. 2018. [10] World Health Organization. Falls. 2018. [11] BPJS Ketenagakerjaan. Jumlah Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi. 2015 [12] Sadkes. Data Kasus Kecelakaan Kerja di Indonesia. 2018 [13] Dewi NP. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pekerja dalam Melaksanakan Standar Prosedur Kerja Standard Operasional Prosedure/SOP Di PT Suzuki Indomobil Motor Roda 4 Plant Tambun II Bekasi Tahun 2010. Journal of Islamic Public Health. 2010 [14] Putri FA. Hubungan antara Pengetahuan, Praktik Penerapan SOP, Praktik Penggunaan APD dan Komitmen Pekerja dengan Risiko Kecelakaan Kerja Di PT X Tangerang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Juli 2017; 5 3 270-77 [15] Romadiaty F. Evaluasi Penerapan Prosedur Operasional Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja SMK3 di PT. Petrokimia Gresik. Jurnal Teknik dan Manajemen Industri. Desember 2011; 6 2 77-105 [16] Sirait FA. Analisis Perilaku Aman pada Pekerja Konstruksi dengan Pendekatan Behavior-Based Safety. Indonesian Journal Occupational Safety and Health. Januari-Juni 2016; 5 1 91-100 [17] Putri FS. Tingkat Kepatuhan Tenaga Kesehatan dalam melakukan Hand Hygiene Five Moment di Ruang ICU Barat RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Medika Usada. Agustus 2018; 1 2 40-49 [18] Hanifah H. Hubungan Pengawasan Kepala Ruang dengan Tingkat Kepatuhan Perawat dalam Penggunaan Glove pada Tindakan Injeksi di RSUD Wonosari. STIKes Aisyiyah Yogyakarta. 2015 [19] Fahrudin M. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pelaksanaan Standard Operational Procedure SOP Pengemudi Bus Rapis Transit BRT Koridor I Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Januari 2018; 6 1 627-36 [20] Anam K. Determinan Kepatuhan Penerapan Standar Operasional Prosedur SOP dalam Penerimaan Karet di PT. Sampit International Banjarmasi Tahun 2015. Jurnal Komunikasi Bisnis dan Manajemen. Januari 2016; 3 5 132-49 [21] Laksono A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Petugas Keperawatan terhadap Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Rawat Luka Paska Operasi Post Op di Ruang Rawat Inap Khusus Bedah RSUD Kota Madiun. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2018 [22] Zalaya Y. Implementasi Prosedur Bekerja di Ketinggian di PT. BBS. FKM Universitas Indonesia. 2012 [23] Armina P. Langkah-Langkah Efektif Menyusun SOP. Depok Huta Publisher; 2016 [24] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Permenakertrans No. 10 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Peraturan Menteri Tenaga Kerja. Jakarta 2011. ... The main and the most fatal risk when working at height is falling. For this reason, employers must ensure safety measures where there is a risk of falling D. I. Prabawati & Mifbakhuddin, 2019;Z. Prabawati, 2018. ...Meidia Wahyuni Herniwanti HerniwantiAhmad Satria EfendiPurnawati RahayuConstruction work cannot be separated from working at heights that have a high risk of danger and accidents. The purpose of this study was to analyze the risk of work at height at a construction company in Kepulauan Riau. The method used descriptive qualitative with sampling using the snowball technique. The results of hazard identification using the HIRARC method were obtained from 2 activities with 22 potential hazards with a very high risk level of 13, priority 1 of 6 and substantial of 3. The control hierarchy that had been carried out by the company was engineering control, administrative and use of Personal Protective Equipment.... Ramadani 2018 in her research states that there is a strong correlation between knowledge and behavior in applying SOP 2018. This is in accordance with the statement of Prabawati, Mifbakhuddin and Prasetio, 2019, which states that there is a relationship between knowledge and worker compliance in implementing SOP. ...Rr Sri Rejeki Eviyanti Puspita SariHilmy Ishar IkhsaniIntroduction Non-fatal accidents are estimated to occur in 374 million cases each year and have serious consequences for the productivity of workers. Petrochemical Company, which is a company that operates in the field of fertilizers and other chemicals, needs to conduct an Occupational Safety and Health OSH program, one of which is the Housekeeping program. The purpose of this study is to determine the housekeeping program at Petrochemical Company and the application at Amurea II Plant III of Petrochemical Company. Methods This research was conducted at Petrochemical Company in June 2017. This study used a cross-sectional design. The variables use were the OSH policy, the housekeeping program, the housekeeping procedures, and the applications of housekeeping. The primary data were obtained through direct observation and the secondary data were obtained from the company’s documents. Results Petrochemical Company has included the housekeeping program in the OSH policy. There are two housekeeping programs at Petrochemical Company, namely daily housekeeping and monthly housekeeping. Also, there are 2 types of procedures in the housekeeping program, namely units that can do the housekeeping program and units that cannot do the housekeeping program. Moreover, the housekeeping program has been implemented in all units, one of which is at Amurea II Plant III Project. Conclusion The Housekeeping program has been integrated in the company’s policy so that the housekeeping program can be done by all workers both daily and monthly. Housekeeping application has also been implemented at Amurea II Plant III of Petrochemical Company. Keywords housekeeping procedure, housekeeping program, occupational safety and health policyBima Ardiyanto WibowoBackground Outbreaks of the COVID-19 virus are spread almost all over the world. Policy in implementing the control of the spread of the Covid Outbreak - 19 at the Tritya Eye Clinic, It has been written and implemented for all the special staff of nurses who work in the Covid Outpatient Emergency 19 Tritya Eye Clinic. However, there are still many nurses who forget or miss the application of SOP that has been applied by This article is to look at nurses' knowledge and attitudes in the application of controlling the spread of the Covid - 19 outbreak in Tritya Eye This research uses descriptive research method with Cross Sectional approach. Results Some nurses have a good level of knowledge and some are sufficient but all nurses can behave positively with the application of the Nurses have a positive attitude towards the implementation of the policy of controlling the spread of Covid outbreaks in the Tritya Eye Clinic even though not all nurses have good knowledge. Therefore, this is considered important in order to reduce the risk of transmission of the Covid-19 outbreak to patients, among medical staff, staff and the nurse's family Anggiyostiana Sirait Indriati PaskariniPT. X is a company in steel structure construction and fabricator pole field. In the company’s Workshop, there are bending, shearing, and cutting processes. The basic causation of work accident are unsafe behavior and unsafe condition. This research aims to analyze the safe behavior of construction workers with Behavior-Based Safety approach in the stage of define and observe of The DO IT Process, with the ABC Activator, Behavior, and Consequence model. This is an observational descriptive research with the cross-sectional design. The respondents of this research are 30 construction workers in Workshop of PT. X. The results of this research showed that all workers have good awareness; 93,3% of construction workers have good knowledge; 93,1% have good perception; 92,7% have good motivation; 93,3% stated that the safety needs had been fulfilled; 93,3% of construction workers stated that the existing safety rules of the company had been implemented; 90% of construction workers ever got positive reinforcement; 85,7% of construction workers ever got punishment; the construction workers stated that safety training and management role of the company had been implemented. The result also showed the construction workers largely did safety behavior at work. In order to improve safe behavior, the company needs to give training to all construction workers, implement SOP consistently, evaluate and monitor the worker’s behavior, and implement the Behavior-Based Safety program The DO IT Process. Keywords safe behavior, behavior-based safety, construction companyFhanin DyanitaImplementing SOP Standard and Operational Procedures is one of the efforts to protect workers from occupational hazards, especially for high risk jobs such as working at height. The purpose of this research is to analyze factors that related the compliance of PT Sri Murni worker with working at height’s SOP in Tunjungan Plaza 6 project. This research is analytic observational with cross sectional design. The subject of this study were the sample of workers taken using simple random sampling and obtained the number of 33 respondents . The available data have been presented in the form of frequency distribution and cross tabulation, then analyzed statistically by chi square. The results showed that most workers was complianced with working at height’s SOP. The results of statistical analysis showing that knowledge p=0,010, r=0,447 and communications p=0,016, r=0,418 as factors that significantly related to working at height’s SOP and have moderate relations. Personality p=0,656 and safety supervision p=0,464 were not related to working at height’s SOP compliance. Suggestion to the company based on the results of research are to increase worker’s knowledge through safety talk or training, and the safety man to pay more attention to workers while they are doing working at height’s job so they could more compliance to SOP. Company should also provide PPE as much as the number of Agung Bayu Dharma I G Agung Adnyana PuteraA. A. Diah Parami DewiWork accidents that occur on the construction project will be one of the causes of the disruption or cessation of activities of the project work. The construction sector is the highest contributor to work accidents and occupational illness in Bali. Rampant construction of temporary lodging facilities or hotels in Bali can be one of the contributors to accidents. This study aims to determine the potential hazard and any dominant risk contained in a hotel development process as well as provides preventive measures to reduce such risks. In this research, the method used was descriptive qualitative. The risk of Occupational Health and Safety K3 was identified through JSA Job Safety Analysis. Questionnaire survey was carried out to get feedback from the experts regarding the potential hazards identified. The dominant category of risk assessment that was rated by the concept of ALARP As Low As Reasonably Practicable. The research identified 45 of dominant risks contained in the phase of work structures including 43 risks classified as high risk such as exposed to maneuver heavy equipment and vehicles, heavy equipment rolled because the excavated area slid down/ subsided, cross rope of Tower Crane disconnected / entangled on the operation, the charge fell from Tower Crane and as many as two risks were classified as very high risk extreme risk that is exposed to maneuver mixer and swing Tower Crane over the edge area of the project. The risks tended to be sourced in the work environment factors and work equipment. In order to minimize the impact of K3 risks, it is necessary to conduct risk control, evaluation activities in a daily, weekly, monthly periodic, considering a safe distance hazard source from workers, setting working hours, scenario procedures of an emergency, as well as safe work through work instruction to remind the importance of working in a healthy and safe Made Firsia Sastra PutriLatar belakang dan tujuan Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam prosedur pengontrolan infeksi dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi mikroorganisme. Salah satu upaya yang dijalankan di RSUP Sanglah Denpasar dalam mencegah infeksi nosokomial HAIs adalah dengan membudayakan kepatuhan mencuci tangan di kalangan petugas kesehatan. Adapun five moments for hand hygiene tersebut yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum melaksanakan prosedur aseptik, setelah terpapar atau menyentuh cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan tenaga kesehatan dalam melakukan five moments for hand hygiene di ruang ICU Barat RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2018. Metode Desain penelitian ini adalah deskriptif observasional dengan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang ICU Barat dengan teknik sampling yaitu purposive sampling dengan sampel sebanyak 40 responden. Data dikumpulkan dengan metode observasi. Hasil Hasil yang diperoleh yaitu tingkat kepatuhan tenaga kesehatan sebagian besar dalam kategori patuh yaitu sebanyak 36 orang 90,0%. Simpulan Tingkat kepatuhan tenaga kesehatan sudah dalam kategori patuh dan perlu ditingkatkan lagi untuk mencapai nilai 100% dengan cara seperti adanya penyuluhan dan penilaian tentang five moments for hand yang Berhubungan Dengan Unsafe Action Pekerja Ketinggian pada Proyek Pembangunan Gedung BertingkatH SeptiasarySeptiasary H. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Unsafe Action Pekerja Ketinggian pada Proyek Pembangunan Gedung Bertingkat 2017. Universitas Muhammadiyah Semarang. Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14, Nomor 2, Halaman 29-34, 2019 34Analisis Bahaya dan Penilaian Kebutuhan APD pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Demak Jawa TengahI WahyuniWahyuni I. Analisis Bahaya dan Penilaian Kebutuhan APD pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Demak Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Maret 2016; 10 1 22-27Analisis Faktor-Faktor yangI E WidartiWidarti IE. Analisis Faktor-Faktor yangData Kasus Kecelakaan Kerja di IndonesiaSadkesSadkes. Data Kasus Kecelakaan Kerja di Indonesia. 2018Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pekerja dalam Melaksanakan Standar Prosedur Kerja Standard Operasional Prosedure/SOP Di PT Suzuki Indomobil Motor Roda 4 Plant Tambun II Bekasi TahunN P DewiDewi NP. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pekerja dalam Melaksanakan Standar Prosedur Kerja Standard Operasional Prosedure/SOP Di PT Suzuki Indomobil Motor Roda 4 Plant Tambun II Bekasi Tahun 2010. Journal of Islamic Public Health. 2010
STANDAROPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATA USAHA. Oleh: Nunu Fadna Adam. 25 Januari 2018. Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2015 TENTANG TATA

Standar Operasional Bekerja Angka kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat pada 3 tahun terakhir. Data BPJS Ketenagakerjaan mencatat kasus kecelakaan kerja pada tahun 2018, sempat turun menjadi kasus di tahun 2019, lalu meningkat lagi menjadi kasus kecelakaan kerja pada tahun kasus-kasus tersebut, bekerja di ketinggian merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki jumlah kasus paling tinggi. Di berbagai sektor industri terdapat area kerja yang mengandung resiko terjatuh dari ketinggian, sehingga diperlukan regulasi atau standar operasional yang jelas terkait dengan bekerja di Bekerja di KetinggianSejak tahun 2016 sudah ada aturan baru dari Pemenaker terkait bekerja di ketinggian. Namun sebelum masuk ke pembahasan regulasi atau standar operasionalnya, perlu kita mengerti apa definisi dari bekerja di definisi bekerja di ketinggian menurut Permenaker 09 Tahun 2016“Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau Orang Lain yang berada di tempat kerja Cidera atau Meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda“.Pengertian bekerja di ketinggian menurut peraturan baru ini memiliki perbedaan fundamental dengan pemahaman yang selama ini berkembang. Sebelumnya praktisi terbatas pada lingkup pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian diatas 1,8 meter, sedangkan pada permenaker 09 tahun 2016 tidak memberi batasan terkait ukuran dan tempat kerja. Penekanan lebih kepada aspek adanya beda tinggi’ dan memiliki potensi peraturan baru terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja pekerjaan di ketinggian, hal ini tentunya wajib dipahami terutama oleh praktisi pelaku di lapangan dan pihak-pihak terkait yang berkepentingan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 9 tahun 2016 yang mengatur tentang K3 Pekerjaan di Ketinggian ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup bekerja di ketinggian secara Juga Ini Perbedaan Shoring dan Scaffolding Yang Perlu Kamu Ketahui!Permenaker No 09 tahun 2016 ini mewajibkan kepada pengusaha dan atau pengurus untuk menerapkan K3 dalam bekerja di ketinggian. Penerapan K3 dapat dilakukan dengan memastikan beberapa hal berikutPerencanaan Dilakukan dengan tepat dengan cara yang aman serta diawasiProsedur Kerja Untuk melakukan pekerjaan pada ketinggianTeknik tatacara Bekerja yang amanAPD, Perangkat Pelindung Jatuh dan AngkurTenaga Kerja kompeten dan adanya Bagian K3Pada tahap Perencanaan harus memastikan bahwa pekerjaan dapat dilakukan dengan aman dengan kondisi ergonomi yang memadai melalui jalur masuk access atau jalur keluar egress yang telah masih dalam tahap Perencanaan pihak pengusaha dan atau pengurus wajibMenyediakan peralatan kerja untuk meminimalkan jarak jatuh atau mengurangi konsekuensi dari jatuhnya tenaga kerjaMenerapkan sistem izin kerja pada ketinggian dan memberikan instruksi atau melakukan hal lainnya yang berkenaan dengan kondisi pekerjaanProsedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal yang harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputiTeknik dan Cara perlindungan JatuhCara pengelolaan peralatanTeknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaanPengamanan tempat kerjaKesiapsiagaan dan tanggap Pengusaha Dalam K3Setiap pengusaha dan atau pengurus wajib memasang perangkat pembatasan daerah kerja untuk mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembagian kategori wilayah meliputi Wilayah Bahaya, Wilayah Waspada dan Wilayah pengusaha dan atau pengurus wajib memastikan bahwa tidak ada benda jatuh yang dapat menyebabkan cidera atau kematian, membatasi berat barang yang boleh dibawa tenaga kerja maksimal 5 kilogram diluar APD, berat barang yang lebih dari 5 kilogram harus dinaik turunkan dengan menggunakan sistem itu pengusaha dan/atau pengurus wajib membuat rencana dan melakukan pelatihan kesiapsiagaan tanggap darurat. Memastikan bahwa langkah pengendalian telah dilakukan untuk mencegah pekerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh dari ketinggian baik yang dilakukan pada lantai kerja tetap, lantai kerja sementara, perancah atau scaffolding, bekerja pada ketinggian di alam, pada saat pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, bekerja pada akses tali, maupun pada posisi bidang kerja pasal 31, Pengusaha dan atau pengurus wajib menyediakan tenaga kerja yang kompeten yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan berwenang di bidang K3 dalam pekerjaan di ketinggian yang dibuktikan dengan Lisensi K3 yang diterbitkan oleh Direktur bisa memberikan training kepada karyawan secara pribadi maupun melalui institusi. Selain training, tentunya penggunaan APD pun diperlukan untuk memenuhi standar bekerja di ketinggian working at high. Untuk kebutuhan APD, KSS menyediakan berbagai produk APD fall protection untuk pekerja proyek.

eGwdYFi.
  • 8apnlo4m39.pages.dev/69
  • 8apnlo4m39.pages.dev/201
  • 8apnlo4m39.pages.dev/243
  • 8apnlo4m39.pages.dev/97
  • 8apnlo4m39.pages.dev/481
  • 8apnlo4m39.pages.dev/370
  • 8apnlo4m39.pages.dev/157
  • 8apnlo4m39.pages.dev/242
  • standar operasional prosedur bekerja di ketinggian