- Banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa yang dapat diajukan seseorang atau badan hukum untuk melawan putusan hakim. Upaya hukum biasa pada asasnya bertujuan untuk menangguhkan eksekusi kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta mertanya, sebagaimana dikutip laman resmi JDIH Kabupaten Karimun. Meski demikian, upaya hukum banding dan kasasi memiliki karakteristik dan prosedur pengajuan yang berbeda, berikut penjelasannyaApa itu banding? Banding diajukan saat para pihak tidak puas dengan putusan pengadilan dan ingin meminta pemeriksaan ulangan terhadap perkara. Pakar hukum Yahya Harahap menjelaskan, tujuan banding adalah untuk memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama, mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan, serta pengawasan agar terciptanya keseragaman penerapan hukum. Upaya hukum banding diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP pada Pasal 67 yang berbunyi “Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat”Prosedur pendaftaran perkara banding Berikut prosedur pendaftaran banding menurut Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus Buku II Edisi 2007 oleh Mahkamah Agung RI. 1 Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan banding. 2 Permohonan banding dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya. 3 Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa permohonan banding telah lampau. 4 Panjar biaya banding dituangkan dalam SKUM.. dengan peruntukan a Biaya pencatatan pernyataan banding. b Biaya banding yang ditetapkan oleh ketua pengadilan tinggi ditambah biaya pengiriman ke rekening pengadilan tinggi. c Ongkos pengiriman berkas. d Biaya pemberitahuan BP I BP akta banding. 2 BP memori banding. 3 BP kontra memori banding. 4 BP untuk memeriksa berkas bagi pembanding. 5 BP untuk memeriksa berkas bagi terbanding. 6 BP putusan bagi pembanding. 7 BP putusan bagi terbanding. 5 SKUM Surat Kuasa Untuk Membayar dibuat dalam rangkap tiga a lembar pertama untuk pemohon. b lembar kedua untuk kasir. c lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan. 6 Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada yang pihak bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas pengadilan negeri. 7 Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM 8 Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara. 9 Pernyataan banding dapat diterima apabila panjar biaya perkara banding yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas. I0 Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar lunas maka pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan banding tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan banding. 11 Permohonan banding dalam waktu 7 hari kalender harus telah disampaikan kepada lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding. 12 Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan banding, kemudian salinannya disampaikan kepada masing• masing lawannya dengan membuat relaas pem beritah uan/penyerahan nya 13 Sebelum berkas perkara dikirim ke pengadilan tinggi harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara inzage dan dituangkan dalam Relaas 14 Dalam waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi. 15 Biaya perkara banding untuk pengadilan tinggi harus disampaikan melalui Bank pemerintah kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan. 16 Pencabutan permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pembanding harus diketahui oleh prinsipal apabila permohonan banding diajukan oleh kuasanya dengan menyertakan akta panitera. 17 Pencabutan permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh PaniteraApa itu kasasi? Sedangkan, kasasi diajukan saat para pihak tidak puas dengan putusan pengadilan dan ingin melakukan pemeriksaan seluruh putusan hakim yang mengenai hukum. Jadi, pada upaya ini tidak dilakukan pemeriksaan ulang. Pakar hukum Harun M. Husein mengatakan bahwa yang dimaksud dengan upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan pada tingkat terakhir, dengan cara mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan secara alternatif/kumulatif bahwa dalam putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Upaya hukum banding diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP pada Pasal 244 dan diuraikan hingga pasal 262, berikut bunyi pasal 244 “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”Prosedur pendaftaran perkara kasasi Berikut prosedur pendaftaran kasasi menurut Buku Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus Buku II Edisi 2007 oleh Mahkamah Agung RI. 1 Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan kasasi. 2 Permohonan kasasi dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan pengadilan tinggi diberitahukan kepada para pihak. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya. 3 Permohonan kasasi yang melampaui tenggang waktu tersebut di atas tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan Pasal 45 A UU No. 5/2004. 4. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan panjar biaya kasasi yang dituangkan dalam SKUM, yang diperuntukkan a Biaya pencatatan pemyataan kasasi. b Besamya biaya kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung ditambah biaya pengiriman melalui bank ke rekening Mahkamah Agung. c Biaya pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung. d Biaya Pemberitahuan BP 1 BP pemyataan kasasi. 2 BP memori kasasi. 3 BP kontra memori kasasi. 4 BP untuk memeriksa kelengkapan berkas inzage bagi _pemohon 5 BP untuk memeriksa kelengkapan berkas inzage bagi termohon. 6 BP amar putusan kasasi kepada pemohon. 7 BP amar putusan kasasi kepada termohon 5 SKUM Surat Kuasa Untuk Membayar dibuat dalam rangkap tiga a lembar pertama untuk pemohon. b lembar kedua untuk kasir. c lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas perkara. 6 Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas pengadilan negeri. 7 Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel tunas pada SKUM. 8 Pernyataan kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara kasasi yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas. 9 Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara. 10 Apabila panjar biaya kasasi telah dibayar lunas maka pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan kasasi tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan kasasi. 11 Permohonan kasasi dalam waktu 7 hari kalender harus telah disampaikan kepada pihak lawan. 12 Memori kasasi harus telah diterima di kepaniteraan pengadilan negeri selambat -lambatnya 14 hari kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan kasasi. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutny a. 13 Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan dalam waktu selambat -lambatnya 30 hari kalender salinan memori kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan. 14 Kontra memori kasasi harus telah diterima di kepaniteraan pengadilan negeri selambat -lambatnya 14 hari kalender sesudah disampaikannya memori kasasi. 15 Sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa kelengkapan berkas perkara inzage dan dituangkan dalam akta. 16 Dalam waktu 65 hari sejak perrnohonan kasasi diajukan, berkas kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung. 17 Biaya perrnohonan kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim oleh pemegang kas melalui Bank BRI Cabang Veteran - JI. Veteran Raya No. 8 Jakarta Pusat; Rekening Nomor dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan. 18 Tanggal penerimaan memori dan kontra memori kasasi harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan kasasi. 19 Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung wajib dikirim ke Mahkamah Agung 20 Pencabutan permohonan kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon kasasi. Apabila pencabutan permohonan kasasi diajukan oleh kuasanya maka harus diketahui oleh prinsipal. 21 Pencabutan permohonan kasasi hams segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan kasasi yang ditandatangani oleh juga Bunyi Pasal 310 KUHP Tentang Pencemaran Nama Baik & Ancaman Hukuman Apa Itu Banding dalam Sistem Hukum Indonesia dan Prosedurnya? - Hukum Kontributor Balqis FallahndaPenulis Balqis FallahndaEditor Nur Hidayah Perwitasari
3 Kontra Memori Banding dalam perkara Perdata/TUN. Setelah Terbanding menerima Memori Banding, maka Terbanding (Kuasa Hukum) akan membuat Kontra Memori Banding Kontra Memori Banding menguraikan: a. Yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan
LEGAL OPINION Question Ketika hendak membuat surat “memori banding” ataupun “kontra memori banding” karena pihak lawan juga sama-sama mengajukan banding upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Negeri, sebaiknya dibuat secara “tebal” dengan segudang dalil atau bagaimana, cukup sedikit saja? Sebenarnya ini memang masalah klasik bagai duri dalam daging, namun apakah artinya tidak dapat dipertanyakan bahaya dibalik setiap opsi yang ada, semisal konsekuensinya yang paling logis untuk dapat diterangkan? Konon, saat tingkat kasasi ke Mahkamah Agung, para Hakim Agung lebih menyukai “memori kasasi” yang “tipis” saja, apa betul begitu? Banyak sekali kecacatan dan kejanggalan dalam putusan Pengadilan Negeri, yang ingin disinggung dan dituangkan ke dalam “memori banding”, namun konsekuensinya akan menjadi sangat “tebal”. Disini menjadi sangat dilematis dari sisi psikologis, bahkan sejak sebelum menyusun outline dalil dalam draf memori. Semisal, hakim Pengadilan Negeri dalam putusannya membuat pernyataan yang tidak ada di kontrak yang menjadi objek sengketa, seolah terkesan hanya mengutip atau sekadar menyadur “mentah-mentah” dalil-dalil yang disampaikan pihak tergugat tanpa benar-benar membutkikan dalil gugatan maupun dalil bantahan dengan cross-chek terhadap alat bukti, itu sudah merupakan bukti konkret persangkaan adanya kolusi antara hakim dan pihak tergugat. Apakah tentang isu ini juga sebaiknya disinggung dalam “memori banding”? Rasanya sayang sekali bila tidak disinggung dan dipermasalahkan kembali isu ini. Brief Answer Tidak menjadi relevan apakah draf surat Memori Banding, Memori Kasasi, Memori Peninjauan Kembali, maupun sebaliknya Kontra Memori Banding dan sebagainya, disusun secara “tebal” ataukah secara “tipis” saja, namun panduan utama yang dapat SHIETRA & PARTNERS kemukakan ialah cukup masukkan dalil yang terpenting, dalil paling esensial, paling signifikan, serta paling tidak menyisakan ruang kelemahan barang setitik pun. Telah banyak terjadi, sebagaimana pengalaman SHIETRA & PARTNERS maupun dari penuturan para klien, disamping ribuan putusan yang telah dan pernah SHIETRA & PARTNERS eksaminasi, terdapat satu “pola” yang terus berulang dalam praktik peradilan sehingga menjadi indikasi nyata tidak terbantahkan adanya unsur potensi kolusi antara hakim pemeriksa dan pemutus perkara terhadap salah satu pihak yang saling bersengketa di pengadilan, baik pada tingkat gugat-menggugat di Pengadilan Negeri, pada tingkat Banding di Pengadilan Tinggi, maupun pada tingkat Kasasi tidak terkecuali Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung RI, terletak pada celah yang ternyata dibuka oleh pihak pembuat “Memori” ataupun “Kontra Memori” itu sendiri—sehingga terkesan seolah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Kurang lebih seperti berikut modus yang berhasil SHIETRA & PARTNERS petakan dari berbagai putusan yang sudah-sudah dengan pola kolusi yang selalu serupa Sebagai contoh pihak Penggugat / Tergugat hendak mengajukan upaya hukum Banding dengan disertai surat bernama “Memori Banding”. Di dalam “Memori Banding”, pihak Pembanding berniat memasukkan seluruh keberatannya secara berpanjang-lebar, dengan sebagai contoh, menuangkan sepuluh butir pokok keberatan. Dari kesepuluh dalil pada butir-butir pokok keberatan yang tertuang dalam “Memori Banding”, pihak Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi kemudian secara seketika langsung melompat atau meloncat pada butir ke-10 dan menyatakan dalil tersebut lemah serta tidak berdasar, mematahkannya, kemudian secara serta-merta mementahkan permohonan Banding dengan menyatakan menolak permohonan Banding yang diajukan oleh Pemohon Banding—sebuah antiklimaks yang prematur sebenarnya. Terdapat bahaya laten dibalik membuat butir-butir berisi dalil yang demikian masif, bilamana salah satu dalil pada butir-butir yang dituangkan ke dalam “Memori Banding” memang mengandung cacat atau kelemahan yang substansial, maka seolah-olah menjadi momentum alias kesempatan bagi “hakim nakal” untuk memanfaatkan celah tersebut guna “mencari-cari kesalahan”, dimana seketika itu juga “mematahkan”-nya dan menolak upaya hukum yang telah susah-payah diajukan oleh pihak Pembanding. Tiada kewajiban dalam hukum acara, baik dalam hukum acara pidana maupun dalam hukum acara perdata, bagi sang hakim pemeriksa dan pemutus perkara untuk memeriksa dan mempertimbangkan seluruh dalil-dalil dalam “Memori Banding” ataupun sebaliknya “Kontra Memori Banding”, secara satu per satu, halaman per halaman, dan lembar per lembar. Sang “hakim nakal” dapat langsung melompat pada butir dalil yang paling mengandung kelemahan, dan seketika dengan mudah menyanggahnya, dimana seketika itu pula seluruh dalil-dalil pada kesembilan butir lainnya dianggap seolah-olah “tidak pernah ada” dan ditelantarkan /diabaikan begitu saja sang hakim seolah “menutup mata”. Sekalipun sejatinya kesembilan butir dalil lainnya sangat kuat sifatnya, bahkan tidak dapat dibantahkan olah seorang “hakim nakal” yang kerap “berjungkir-balik” secara akrobatik sekalipun, namun akibat terdapat “setitik nila rusak susu sebelanga”, maka hal demikian akan dimanfaatkan dengan baik oleh perilaku sang “hakim nakal” untuk cukup secara seketika berfokus mementahkan dan mematahkan dalil pada butir terlemah demikian, secara melompat seketika itu juga pada butir dengan dalil terlemah secara sengaja “dicari-cari” oleh sang hakim yang terkandung dalam “Memori Banding” maupun “Kontra Banding”. Artinya, yang telah membuka celah ialah pihak penyusun “Memori Banding” atau “Kontra Banding” itu sendiri, dimana putusan yang “disponsori” oleh kolusi sang hakim pemeriksa dan pemutus perkara mendapat momentumnya berkat teknik “setitik nila rusak susu sebelanga”. Tidak penting, apakah butir dengan dalil terlemah demikian terdapat di tengah bundel dokumen “Memori Banding” ataukah ditempatkan pada urutan butir terakhir, karena sang hakim dapat secara seketika melakukan aksi “akrobatik” dengan cara mem-“by pass” dengan melompati serta melewati kesembilan butir dalil yang terkuat dan tidak dapat atau setidaknya sukar untuk terbantahkan, untuk seketika menuju kepada butir dalil nomor ke sepuluh dan mengkritiknya, meruntuhkannya, dan mematahkannya secara “sadistik” dan “berdarah dingin” tidak kenal ampun. Teknik yang paling digemari kalangan “hakim nakal” demikian, berlaku pula dalam tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali, entah terhadap surat “Memori Kasasi” maupun terhadap “Kontra Memori Kasasi”. Karenanya, idealnya serta yang paling SHIETRA & PARTNERS rekomendasikan ialah bukan perihal tebal atau pendek-singkatnya surat “Memori” dirancang, disusun, serta dibuat, namun lebih kepada strategi efektifitasnya terkait “dalil yang paling FUNDAMENTAL” untuk dielaborasi serta diberdayakan secara optimal secara terfokus dan spesifik. Sebagai contoh, sejatinya bila memang terdapat sepuluh buah calon butir dalil yang dinilai potensial, dapat dirancang strategi berupa menyortir dan memilih cukup tiga butir dalil pilihan yang terkuat, dimana tidak dapat dibantah dengan cara apapun baik oleh pihak lawan maupun oleh pihak hakim pemeriksa dan pemutus itu sendiri—dimana bila masih juga berani dibantah, maka akan tampak “aneh sendiri” dan “melawan arus hukum”. Yang terpenting yang paling utama ialah, bila tiga butir dalil paling esensial pilihan tersebut kemudian dikabulkan dan tidak dapat dibantah oleh pihak manapun, namun karena sifatnya adalah butir-butir dalil pilihan yang paling esensial serta substansial disamping fundamental sifatnya, akibatnya sangat krusial serta sangat signifikan, yakni dapat membalikkan keadaan dari sebelumnya diposisikan sebagai pihak yang “dikalahkan” pada tingkat peradilan sebelumnya, menjadi berbalik “dimenangkan” pada tingkat peradilan saat kini. Karenanya, sepuluh butir dalil atau sebanyak apapun butir dalil yang potensial untuk dituangkan ke dalam surat upaya hukum, sekalipun menggoda kita untuk menyinggung dan membahasnya untuk disuguhkan kepada hakim pemutus, bila dibandingkan dengan satu atau dua butir dalil yang sangat kuat sekaligus FUNDAMENTAL tidak lagi terbuka ruang bantah-membantah, sangat esensial, serta sangat signifikan dampak akibatnya bila dikabulkan, maka bobot satu atau dua butir dalil yang sangat esensial menjadi lebih berbobot dan lebih bernilai ketimbang “segudang” butir dalil yang kurang signifikan. Semisal, bila kesepuluh butir dalil yang dituangkan ke dalam “Memori” ataupun “Kontra Memori” ternyata diakui, dibenarkan, dan disetujui oleh Majelis Hakim pada peradilan tingkat saat kini, namun karena sifatnya kurang esensial, kurang signifikan, maka belum tentu akan berdampak pada berubahnya posisi pengaju upaya hukum secara kontras dari “kalah” menjadi “menang”. Karenanya, perlu dipertimbangkan bobot dari dalil-dalil yang diajukan, apakah signifikan atau tidaknya sekalipun dikabulkan—sementara resikonya sangat tidak sebanding, yakni membuka celah “setitik nila rusak susu sebelanga” bila ternyata berbagai butir keberatan mengandung dalil-dalil yang dapat dipatahkan dan dibantah secara sumir saja oleh pihak lawan atau sang “hakim nakal”. Karena itu pula, kerelaan diri untuk melakukan “sortir” menjadi penting terkadang, energi serta perhatian yang dibutuhkan untuk melakukan “sortir dalil” ternyata menuntut waktu, daya analisa, dan pemikiran yang tidak kalah keras dan menantang dibanding dengan menyusun dalil sebanyak apapun, sekalipun memang banyak kejanggalan dalam proses persidangan yang melanggar tertib hukum acara. Namun, bila kita merasa adanya kesukaran dalam membuat pembuktian atas keseluruh dalil-dalil yang dimuat dalam surat “Memori” secara “segudang”, dapat menjelma “bumerang” yang sangat kontraproduktif—dimana sekalipun ternyata dibenarkan dan disetujui Majelis Hakim, belum tentu hasil atau dampaknya sangat signifikan untuk merubah keadaan dari “DITOLAKNYA GUGATAN” menjadi menjelma “DIKABULKANNYA GUGATAN”—itulah yang disebut sebagai dalil yang kurang substansial dan kurang esensial sekalipun dibenarkan dan dikabulkan oleh hakim, karena sifat pokok dalilnya kurang fundamental. © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Selainitu juga pertimbangan-petimbangan hukum dalam memutuskan perkaran ini perlu sangat jelas, sebagaimana pertimbangan bahwa pidana bersayarat atau percobaan sebagaimana dalam putusan tingkat pertama, namun di tingkat banding ini melihat bahwa pidana bersyarat atau percobaan (voorwaardelijke veroordeling) itu dikatakan sangat ringan.